Dampak Paralel ke-38
Di akhir perang, masyarakat Korea bersatu dalam kegembiraan dan harapan bahwa mereka akan menjadi negara yang merdeka. Pembentukan perpecahan—yang dilakukan tanpa masukan, apalagi persetujuan mereka—akhirnya memupus harapan tersebut.
Selain itu, lokasi Paralel ke-38 berada di tempat yang buruk sehingga melumpuhkan perekonomian kedua belah pihak. Sebagian besar sumber daya industri berat dan listrik terkonsentrasi di utara jalur tersebut. Dan sebagian besar sumber daya industri ringan dan pertanian berada di selatan. Baik Utara maupun Selatan harus pulih, namun mereka akan melakukannya dalam struktur politik yang berbeda.
Pada akhir Perang Dunia II, Amerika Serikat menunjuk pemimpin anti-komunis Syngman Rhee untuk memerintah Korea Selatan. Korea Selatan mendeklarasikan dirinya sebagai sebuah negara pada bulan Mei 1948.
Rhee secara resmi dilantik sebagai presiden pertama pada bulan Agustus. Ia segera mulai melancarkan perang tingkat rendah melawan komunis dan kelompok sayap kiri lainnya di selatan Paralel ke-38.
Sementara itu, di Korea Utara, Uni Soviet menunjuk Kim Il-sung sebagai pemimpin baru di zona pendudukan mereka. Ia pernah bertugas sebagai mayor di Tentara Merah Soviet selama perang. Ia resmi menjabat pada 9 September 1948.
Kim mulai meredam oposisi politik, khususnya dari kaum kapitalis, dan juga mulai membangun kultus terhadap kepribadiannya. Pada tahun 1949, patung Kim Il-sung bermunculan di seluruh Korea Utara. Sang pemimpin baru itu menjuluki dirinya sebagai "Pemimpin Besar".
Perang Korea dan Perang Dingin
Pada tahun 1950, Kim Il-sung memutuskan untuk mencoba menyatukan kembali Korea di bawah pemerintahan komunis. Dia melancarkan invasi ke Korea Selatan, yang berubah menjadi Perang Korea selama 3 tahun.
Korea Selatan melawan Korea Utara, didukung oleh PBB dan diawaki oleh pasukan dari Amerika Serikat. Konflik tersebut berlangsung dari Juni 1950 hingga Juli 1953 dan menewaskan lebih dari 3 juta warga Korea, PBB, dan pasukan Tiongkok. Sebuah gencatan senjata ditandatangani di Panmunjom pada tanggal 27 Juli 1953. Kesepakatan itu memutuskan jika kedua negara berakhir kembali ke awal, terbagi di sepanjang garis Paralel ke-38.
Salah satu hasil dari Perang Korea adalah pembentukan Zona Demiliterisasi (DMZ) di Paralel ke-38. Dialiri listrik dan terus-menerus dipelihara oleh penjaga bersenjata, jalur ini menjadi hambatan yang hampir mustahil antara kedua negara. Ratusan ribu orang mengungsi ke wilayah utara sebelum adanya DMZ.
Namun setelah itu, arus pengungsi hanya berjumlah empat atau lima orang per tahun. Jumlah tersebut terbatas pada kelompok elite yang dapat terbang melintasi DMZ atau membelot saat berada di luar negeri.
Source | : | ThoughtCo. |
Penulis | : | Sysilia Tanhati |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR