Periode ini, yang berlangsung hingga sekitar tahun 476 SM, menjadi saksi naik turunnya banyak kerajaan kecil di Tiongkok kuno. Meskipun masa ini merupakan masa kekacauan politik, masa ini juga ditandai dengan berkembangnya filsafat Tiongkok kuno. Selama Periode Musim Semi dan Musim Gugur itulah ‘Seratus Aliran Pemikiran’ berkembang pesat, termasuk Konfusianisme, Taoisme, dan Legalisme.
Kembali ke medan politik, tujuh kerajaan besar–Qin, Qi, Chu, Yan, Han, Zhao, dan Wei akhirnya keluar dari kekacauan. Peristiwa tersebut mengawali Periode Negara-Negara Berperang. Namun hal ini tidak mengakhiri kekacauan. Pasalnya, ketujuh kerajaan besar tersebut terus berperang satu sama lain selama sekitar 2 abad. Selama periode ini, kekuasaan sebenarnya terkonsentrasi di tangan tujuh kerajaan ini. “Sementara raja Dinasti Zhou memegang kekuasaan hanya sebatas nama saja,” Mingren menambahkan lagi.
Dinasti Zhou berakhir pada tahun 256 SM, ketika ibu kota Zhou, Chengzhou (sekarang dikenal sebagai Luoyang) direbut oleh Dinasti Qin. Penguasa terakhirnya, Raja Nan dari Zhou, terbunuh. Karena kekuasaan Dinasti Zhou yang sebenarnya sudah sangat berkurang pada saat itu, kejatuhan dinasti ini tidak dianggap sebagai peristiwa sejarah yang besar. Namun dalam sejarah Tiongkok kuno, Dinasti Zhou menjadi dinasti yang berkuasa paling lama, yaitu sekitar 800 tahun.
Berakhirnya Dinasti Zhou membuka lembaran baru dalam sejarah Tiongkok kuno. Dinasti Qin, di bawah kepemimpinan Qin Shi Huang, menyatukan Tiongkok. Qin Shi Huang mengangkat dirinya menjadi kaisar Tiongkok yang pertama.
Source | : | Ancient Origins |
Penulis | : | Sysilia Tanhati |
Editor | : | Warsono |
KOMENTAR