Beban yang berlapis di negara- negara yang masih dijajah atau setengah dijajah. Ny. Setiati Surasto melaporkan bahwa di sela-sela agenda konferensi, delegasi Indonesia, Jepang, dan Tiongkok bertukar pikiran untuk menginisiasi Konferensi Buruh Asia Afrika.
Khusus isu kesejahteraan di bidang upah, salah satu pokok konferensi ialah mendesak perluasan ratifikasi konvensi ILO (International Labour Organisation) No. 100 (1951) mengenai persamaan upah buruh wanita dan pria untuk pekerjaan yang sama nilainya.
Jafar Suryomenggolo dalam Politik Perburuhan Era Demokrasi Liberal 1950-an (2015) mencatat bahwa gerakan buruh dan gerakan wanita Indonesia telah mendorong pemerintah untuk menyetujui konvensi ILO No 100. Baru pada tahun 1957 pada masa Kabinet Djuanda konvensi itu disetujui pemerintah Indonesia. Indonesia menjadi negara ke-21 yang meratifikasi konvensi ILO No. 100.
Setiati Surasto juga bergiat mempersiapkan perhelatan-perhelatan buruh wanita lain seperti Seminar Internasional Buruh Wanita di Praha 15-30 September 1957 dan Seminar Nasional Buruh Wanita SOBSI pertama 17-22 Pebruari 1958. Pembentukan Biro Buruh Wanita di internal organisasi SOBSI tak lepas dari perhatiannya.
Setiati Surasto ikut menjadi Pembantu Tetap majalah Bendera Buruh. Ia berhasil mengantarkan edisi pertama Lembaran Buruh Wanita yang terbit pertama kali pada 25 Desember 1958 dengan pengasuh Ting Suwarni. Terakhir, Ny. Setiati Surasto menjabat posisi puncak sebagai Sekretaris GSS (Gabungan Serikat Buruh Sedunia) tahun 1964 yang berkedudukan di Praha.
Kesetiaan Setiati
Setiati Surasto tutup usia di Stockholm, Swedia 30 November 2006 dalam usia 86 tahun. Pendekar Kaum Buruh Wanita ini mengembuskan nafas terakhir sebagai eksil, jauh dari negeri yang ia cintai dan diperjuangkannya sedari muda. Prahara Gestok 1965 tidak hanya menghilangkan dan mengusir banyak anak bangsa, namun pada batas-batas tertentu merubah keindonesiaan itu sendiri.
Ibrahim Isa (1930-2016), Sekretaris Organisasi Indonesia Setiakawan Rakyat-rakyat Asia Afrika (OISRAA), eksil yang tinggal di Belanda menulis eulogi tentang Setiati Surasto yang epik pada 8 Januari 2007.
Eulogi itu membentangkan sepak terjang Setiati Surasto sedari muda. Saat masih di bangku sekolah menengah, Setiati telah aktif di Indonesia Muda, organ peleburan berbagai Jong-jong pasca Sumpah Pemuda dicanangkan. Setiati yang pernah aktif dalam Jong Islamieten Bond (Persatuan Islam Muda) kemudian menjadi Asisten Ki Hadjar Dewantara hingga Sekretaris GSS (Gabungan Serikat Buruh Sedunia).
Setiati Surasto mantap memilih menjadi pejuang kaum buruh wanita karena ketidak-adilan berlapis-lapis yang dialami perempuan pekerja. Baginya hal itu bagian dari perjuangan menggapai arti kemerdekaan seutuhnya sebagai insan manusia di Indonesia. Ia berjuang baik dalam lingkup nasional dan internasional.
Nama Setiati Surasto meninggalkan cetak biru yang berharga bagi para pejuang kemanusiaan, baik dalam sektor perempuan pekerja maupun buruh pada umumnya. Pada kesetiaan Setiati, perjuangan buruh begitu menginspirasi.
—Tulisan ini pertama kali terbit dengan judul "Di Ibu Kota Pendudukan, Nona Setiati Memimpin 1 Mei" di laman Terakota.id pada 1 Mei 2019. Penerbitan kembali ini dikerjakan dengan revisi disertai pemutakhiran data terbaru.
Penulis | : | National Geographic Indonesia |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR