Nationalgeographic.co.id—Permukaan air laut masuk ke daratan dan memakan kawasan pemukim di berbagai tempat di pesisir utara Jawa. Ada banyak penyebabnya, mulai dari pembangunan tidak terkendali, struktur tanah, sampai perubahan iklim.
Bencana ini sangat dirasakan oleh penduduk pesisir yang mendorong mereka harus beradaptasi, mempertahankan tempat tinggal dan sumber hajat hidupnya. Sebagai langkah adaptasi, agama Islam menjadi salah satu landasan masyarakat pesisir di Desa Pantai Bahagia, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat.
Hal itu disingkap dalam penelitian Kajian Lintas Agama (ICRS), Universitas Gadjah Mada yang dipublikasikan tahun ini. Penelitian itu dipimpin oleh Siti Aliyuna Pratisti yang merupakan disertasinya. Selama setahun sejak 2021, dia berkunjung ke desa tersebut, berjumpa dengan penduduk untuk mengetahui proses adaptasinya.
Pada tahap awal abrasi, terang Aliyuna, agama berfungsi sebagai mekanisme koping (copying mechanism). Bencana yang terasa membuat masyarakat lebih banyak mengamalkan ibadah seperti doa dan zikir untuk memohon keselamatan. Mereka juga berupaya menenangkan diri dari stres atas kehilangan properti dengan meminum air berkah dari pemimpin agama lokal.
"Agama sebagai mekanisme coping memberikan “perisai” atau “kekuatan” perlindungan dari stressor," kata Aliyuna.
Rayuan "Kampung Dolar" yang Jadi Awal Petaka
Sebelum 1960-an, tidak ada apa-apa di Desa Pantai Bahagia selain hutan dan mangrove. Menurut keterangan warga dalam studi, kawasan ini mulai dihuni oleh masyarakat Nahdlatul Ulama dari Banten, sebagai upaya menyelamatkan diri dari intrik politik 1965.
Pertumbuhan penduduk desa ini semakin pesat pada akhir 1970-an karena hasil lautnya yang melimpah. Desa Pantai Bahagia kemudian secara resmi berdiri sebagai administrasi baru di Kabupaten Bekasi pada 1984.
"Orang-orang dulu pasti ingat dengan Kampung Dolar. Desa Pantai Bahagia ini yang dulunya dikenal sebagai Kampung Dolar karena penduduknya makmur, sehingga banyak orang yang akhirnya datang untuk tinggal dan buka lahan," kata Aliyuna.
Konversi lahan ini sangat besar, memosisikan pantai sangat rentan dengan abrasi. Sejak 2000-an, permukaan air laut mulai menggerus pantai, dan memasuki kawasan pemukiman pada 2020. Lahan desa yang tenggelam pada 2022 telah mencapai 1.066 hektare dengan Dusun Muara Beting yang paling cepat kehilangan lahan seluas 600 hektare.
Karena lahan tambak mereka tenggelam, hari ini kebanyakan warga Desa Pantai Bahagia hidup miskin dan jadi penerima bantuan sosial Program Keluarga Harapan (PKH).
Penulis | : | Afkar Aristoteles Mukhaer |
Editor | : | Afkar Aristoteles Mukhaer |
KOMENTAR