Nationalgeographic.co.id—Papua New Guinea atau Papua Nugini adalah satu-satunya negara dengan nama Guinea yang tidak berada di Afrika. Tiga negara lainnya yang bernama Guinea, yakni Guinea-Bissau, Equatorial Guinea, dan Guinea, sama-sama berlokasi di Afrika.
Jika ditarik ke belakang menegnai sejarah Papua New Guinea, bukti arkeologi menunjukkan bahwa manusia tiba di Papua New Guinea setidaknya sejak 60.000 tahun lalu dari Asia Tenggara. Karena pegunungan dan medan yang terdapat di New Guinea, para penjelajah yang datang dan mendirikan suku dan klan mengembangkan bahasa dan budaya yang sepenuhnya terisolasi satu sama lain.
Banyak yang tidak menyadari bahwa ada suku tetangga yang hanya berjarak beberapa kilometer. Hasil dari perkembangan ini adalah populasi yang paling beragam di dunia.
Klan dan suku pertama yang menetap secara tradisional adalah pemburu dan pengumpul. Namun setelah mereka tiba di pulau tersebut, diyakini bahwa mereka mulai berkebun dan mengolah tanaman yang masih digunakan sampai sekarang. Pada saat kontak pertama dengan Eropa, sistem pertanian yang sukses sudah ada.
Kontak Eropa pertama datang dari penjelajah Portugis Jorge de Meneses pada awal abad ke-16. Saat melihat pulau itu, ia menamakannya Ilhas dos Papuas, yang artinya “Tanah Orang Berambut Fuzzy”.
Penjelajah Spanyol Yñigo Ortiz de Retez menambahkan nama New Guinea pada tahun 1545 karena kemiripan yang dia lihat antara penduduk asli yang dia temui dan yang ditemukan di pantai Guinea Afrika.
Kunjungan berikutnya adalah Belanda yang pada tahun 1660 mendirikan Perusahaan Hindia Timur Belanda. Pasukan Belanda mengklaim kedaulatan atas New Guinea. Mereka tetap menguasai pulau itu selama satu abad.
Penjelajah Inggris, Prancis, dan Amerika menyusul setelah Belanda. Para pemburu paus dan pedagang merupakan pengunjung biasa yang membawa peralatan dan teknologi baru. Mereka juga membawa penyakit-penyakit mematikan yang berdampak besar pada penduduk Papua New Guinea.
Teknologi yang mereka bawa termasuk senjata yang hanya mendorong dan membantu peperangan saudara. Pada pertengahan abad ke-18, lebih banyak pedagang dan misionaris datang tetapi terbatas pada wilayah pesisir yang dapat diakses.
Baru pada tahun 1870-an antropolog Rusia Nicholai Miklukho-Maklai melakukan ekspedisi ke pulau tersebut dan semakin banyak yang mengetahui tentang penduduk asli yang menghuni pulau tersebut. Dia menghabiskan waktu bertahun-tahun tinggal di antara suku-suku asli dan merupakan salah satu orang pertama yang menggambarkan cara hidup mereka.
Pada abad ke-19, kepentingan kolonial terhadap New Guinea mencapai puncaknya. Pada tahun 1828 Belanda mengklaim bagian barat New Guinea (sekarang Irian Jaya).
Baca Juga: Sejarah Asal-Usul Kata Guinea yang Menjadi Nama Empat Negara
Pada tahun 1884, separuh bagian timur pulau utama dan pulau-pulau sekitarnya dibagi antara Inggris dan Jerman dengan separuhnya diberi nama British New Guinea dan German New Guinea.
Pada tahun 1902 British New Guinea ditempatkan di bawah kekuasaan Persemakmuran Australia. Pada tahun 1905 wilayah tersebut berganti nama menjadi Territory of Papua.
Australia menduduki German New Guinea selama Perang Dunia Pertama. Setelah itu, mandat Liga Bangsa-Bangsa mengizinkannya untuk tetap berada di bawah kendali Australia.
Pada Perang Dunia Kedua, persisnya pada tahun 1941, Jepang menginvasi wilayah New Guinea yang tadinya dikuasai Australia itu. Jepang terus menduduki wilayah tersebut sampai pasukan Amerika dan Australia mampu merebutnya kembali dalam beberapa bulan terakhir perang.
Setelah Perang Dunia Kedua, wilayah Papua dan New Guinea itu digabungkan menjadi satu kesatuan administratif. Tahun 1960-an merupakan awal dari gerakan kemerdekaan.
Nama wilayah tersebut secara resmi diubah menjadi Papua New Guinea pada tahun 1972, dan negara tersebut diberikan kemerdekaan pada tahun 1975, meskipun masih terdapat hubungan keuangan yang kuat dengan Australia.
Meski memiliki sejarah politik yang penuh gejolak sejak tahun 1975, Papua New Guinea tetap menjadi tujuan menarik bagi para pelancong petualang yang ingin menemukan apa yang disebut oleh dewan pariwisata Papua New Guinea sebagai “sejuta perjalanan yang berbeda”.
Penulis | : | Utomo Priyambodo |
Editor | : | Afkar Aristoteles Mukhaer |
KOMENTAR