Nationalgeographic.co.id—Hasil sebuah penelitian memberikan pencerahan baru mengenai isu kontroversial yang telah membingungkan para ilmuwan selama beberapa dekade: mengapa rata-rata otak orang Asia lebih besar daripada rata-rata otak orang Eropa atau Afrika?
Menurut hasil penelitian ini, seleksi alam pada populasi Asia Timur lebih menyukai mutasi genetik yang menghasilkan otak lebih besar. Menariknya, hasil penelitian ini tidak menemukan preferensi serupa di Eropa atau Afrika.
Sebelumnya, sebuah survei ukuran otak terbesar di dunia pernah dilakukan oleh para ilmuwan Amerika sekitar tiga dekade lalu dengan menggunakan lebih dari 20.000 tengkorak manusia modern dari seluruh dunia. Hasil survei ini menemukan bahwa rata-rata volume tengkorak di antara orang Asia Timur adalah 1.415 sentimeter kubik, lebih besar dibandingkan dengan volume otak 1.362 sentimeter kubik di Eropa dan 1.268 sentimeter kubik di Afrika.
Penelitian selanjutnya telah mengkonfirmasi hasil tersebut. Salah satunya adalah survei pencitraan resonansi magnetik yang menemukan bahwa orang-orang Asia Timur memiliki ruang tengkorak yang lebih tinggi, yang memungkinkan tengkorak mereka menampung otak yang lebih besar.
Para peneliti mengajukan serangkaian hipotesis untuk menjelaskan perbedaan tersebut. Beberapa di antaranya berpendapat bahwa tinggal di tempat beriklim dingin seperti Tiongkok dapat meningkatkan ukuran otak karena dalam kondisi seperti itu, otak yang lebih besar akan lebih baik dalam mempertahankan suhu konstan pada intinya, tempat kebanyakan proses berpikir dilakukan.
Namun teori iklim itu tidak dapat sepenuhnya menjelaskan perbedaan ukuran otak orang yang tinggal di garis lintang yang sama, seperti orang Tiongkok dan Eropa.
Para peneliti Tiongkok mengatakan gen yang disebut CASC5 – salah satu dari delapan gen yang mengatur ukuran otak manusia – mungkin memberikan lebih banyak petunjuk. Tidak seperti kebanyakan gen lain, yang juga mengatur ukuran otak monyet atau spesies manusia purba seperti Denisovan dan Neanderthal, mutasi genetik CASC5 pada Homo sapiens relatif muda, hanya terjadi setelah spesies kita meninggalkan Afrika antara 50.000 dan 100.000 tahun yang lalu.
Para peneliti dalam studi ini, yang dipimpin oleh Profesor Su Bing dari Chinese Academy of Sciences' Kunming Institute of Zoology, membandingkan mutasi CASC5 pada populasi berbeda untuk pertama kalinya.
Mereka menemukan “frekuensi tinggi” dari empat mutasi berkaitan erat dengan peningkatan ukuran otak di antara populasi Asia Timur termasuk Tiongkok, Jepang, dan Mongolia. Namun mutasi seperti itu jarang terjadi di Eropa atau Afrika.
“Pada tingkat populasi, hasil kami menunjukkan adanya seleksi CASC5 pada populasi Asia Timur, yang tampaknya mendukung volume materi abu-abu otak yang lebih besar,” kata para peneliti dalam sebuah makalah yang terbit di jurnal Human Genetics. Sebaliknya, tidak ada sinyal seleksi yang terdeteksi di Eropa dan Afrika.
“Mengapa tepatnya hal ini terjadi masih belum jelas,” tambah mereka.
Baca Juga: Asal-Usul Nama Papua New Guinea, Beda dengan Tiga Negara Guinea Afrika
Source | : | South China Morning Post |
Penulis | : | Utomo Priyambodo |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR