Selain iklim, kekuatan lain yang mungkin mendorong seleksi tersebut termasuk struktur sosial dan preferensi budaya, kata Su Bing kepada South China Morning Post. Dia menambahkan bahwa teori-teori tersebut hanyalah spekulasi pada tahap ini.
“Jawaban yang tepat memerlukan studi lebih lanjut,” katanya.
Su mengatakan penelitian ini sama sekali tidak menunjukkan bahwa orang Asia lebih pintar dibandingkan manusia lainnya.
“Penelitian ilmiah tidak menemukan bukti, tidak ada sama sekali, yang mendukung adanya perbedaan intelektual antarras,” katanya.
Namun, para ilmuwan umumnya sepakat bahwa manusia telah melakukan pengorbanan yang signifikan demi peningkatan ukuran otak, kata Su.
Otak menghabiskan banyak energi, dan otak yang lebih besar membuat kelahiran menjadi lebih sulit dan menguras sumber daya dari seluruh tubuh, sehingga mengakibatkan banyak masalah seperti penurunan kekuatan fisik.
Orang Eropa pada umumnya lebih besar dan lebih kuat dibandingkan orang Asia, kata Su. Namun apakah perbedaan fisik tersebut berhubungan dengan ukuran otak memerlukan penyelidikan lebih lanjut.
“Seleksi Darwin mungkin masih berlangsung hingga saat ini, tetapi menurut saya perbedaan ukuran otak antarras pada akhirnya akan hilang karena meluasnya pertukaran genetik yang terjadi di seluruh dunia saat ini,” ujarnya.
Seorang antropolog yang berbasis di Beijing mengatakan penelitian ini membahas masalah penting namun sensitif dalam evolusi manusia.
“Temuan ini mungkin memicu perdebatan rasis,” kata antropolog yang tidak mau disebutkan namanya itu seperti dilansir South China Morning Post.
Data dalam penelitian ini juga menunjukkan tingginya frekuensi mutasi genetik yang terjadi pada populasi Asia Selatan, yang tinggal di iklim yang lebih hangat. Antropolog tersebut mengatakan akan menarik untuk menyelidiki apakah seleksi positif Darwin yang mendukung otak yang lebih besar juga terjadi di sana.
Jika ya, hal ini mungkin menunjukkan bahwa otak bertambah besar seiring dengan penyebaran manusia yang semakin jauh dari Afrika.
Source | : | South China Morning Post |
Penulis | : | Utomo Priyambodo |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR