Nationalgeographic.co.id—Naga dianggap sebagai binatang yang benar-benar ada di dunia nyata hingga abad ke-18. Meski naga adalah makhluk mitos, naga begitu lazim dalam seni dan cerita abad pertengahan dan dalam budaya Tiongkok.
Naga sangat populer dalam seni dan sastra Inggris dan merupakan lawan terkenal dari karakter seperti Beowulf dan St. George. Bagaimana mitos naga di Inggris pada abad pertengahan?
Naga di awal abad pertengahan di Inggris
Naga awal abad pertengahan memiliki konotasi yang sangat negatif ketika dirujuk dalam cerita dan seni. Meskipun dianggap sebagai makhluk nyata, tampaknya sebagian besar hanya dirujuk dalam literatur secara simbolis. Dalam bahasa Inggris kuno, naga direferensikan menggunakan istilah draca atau wyrm.
Bagaimana penggambaran naga di Inggris? Apakah sama dengan penggambaran naga dalam budaya Tiongkok. Di Inggris pada abad pertengahan, naga digambarkan memiliki sayap, dengan tubuh reptil besar, ekor, cakar, gigi bertaring. Beberapa naga digambarkan dengan tubuh bersisik, yang lain dengan bulu, dan beberapa digambarkan dengan janggut dan memiliki tanduk.
Naga pada periode ini digambarkan sebagai monster reptil dan sebagai makhluk yang berdekatan dengan burung karena sayapnya. Tentu saja, tidak ada penggambaran naga yang didasarkan pada pengalaman seorang seniman.
“Dikatakan bahwa kekuatan naga ada pada ekornya, bukan giginya, dan racun naga tidak berbahaya,” tulis Rachel Sweeney di laman The Collector. Tapi, naga akan membunuh korbannya dengan lilitan ekornya yang mematikan.
Naga dikatakan sebagai musuh gajah, namun mereka juga tidak tahan dengan bau nafas macan kumbang. Makhluk mitos itu akan bersembunyi dari auman macan kumbang.
Umumnya naga diperkirakan hidup di India dan Etiopia. Maka mengherankan bahwa makhluk mitos ini sangat populer dalam mitologi Jerman dan sastra Inggris Kuno.
Baca Juga: Naga: Baik dalam Mitologi Asia, tetapi Jahat dalam Mitologi Eropa?
Naga di luar Inggris di abad pertengahan
Meskipun dominan dalam mitologi Jerman, naga juga merupakan tokoh dalam mitologi dari seluruh dunia. Misalnya, naga adalah binatang yang paling sering direpresentasikan di dunia Islam abad pertengahan. Dalam konteks ini, naga mempunyai arti yang multivalen dan berlawanan. Naga di dunia Islam melambangkan kebaikan dan kejahatan, keteraturan dan kekacauan, ketuhanan dan setan, berkah dan kehancuran.
Variasi naga di dunia Arab sangat dipengaruhi oleh mitologi Mesopotamia kuno, serta sumber-sumber Asia Tengah dan Persia. Sebagian besar cerita Asia Tengah tentang naga menggambarkan makhluk itu sebagai binatang yang kuat namun positif. Sementara sumber-sumber Persia menggambarkan mereka sebagai binatang yang jahat. Di dunia Islam bagian timur, naga secara tradisional dipandang baik, dan di bagian barat, naga dianggap mengancam dan jahat.
Naga yang menonjol dalam mitologi Etiopia adalah Arwe (binatang buas dalam bahasa Ge’ez). Arwe adalah raja ular yang memerintah selama 400 tahun atas tanah yang kemudian menjadi Etiopia. Arwe memerintah melalui teror, menuntut pengurbanan manusia. Oleh karena itu, dalam mitos ini, naga jelas memiliki konotasi negatif.
Naga memiliki sejarah panjang dalam budaya visual Tiongkok. Gambar naga dalam seni Tiongkok dapat ditelusuri sejak Periode Neolitikum, serta Dinasti Han (206 SM-220 M). Naga diyakini sebagai penguasa ilahi yang menggerakkan air, bersemayam di sungai dan lautan. Dalam budaya Tiongkok, naga dipercaya mempunyai kemampuan mengendalikan cuaca dan mendatangkan hujan. Pada akhirnya, naga membawa kehidupan, kemakmuran, dan kesuburan. Makhluk mitos ini juga merupakan simbol kekuasaan, kekuatan, dan keagungan Kekaisaran Tiongkok. Oleh karena itu, naga memiliki konotasi yang sangat positif dalam budaya Tiongkok.
Naga dalam sastra Inggris kuno
Naga muncul di berbagai puisi dan teks dalam sastra Inggris Kuno. Maxims II, sebuah puisi gnomik Inggris Kuno, memberikan deskripsi tentang naga. “Naga akan berada di barrow, tua, bangga dengan perhiasannya.” Naga bawah tanah ini, yang tersembunyi di dalam gundukannya, adalah jenis naga yang sama yang ditemukan di Beowulf. Dalam Beowulf, naga disebut sebagai penjaga timbunan harta.
Naga di Beowulf adalah contoh paling awal dari naga tradisional Eropa. Naga tersebut menghuni timbunan di bumi di mana, di musim dingin yang tua, dia menjaga emas. Dalam konteks ini, naga dikaitkan dengan keserakahan.
Naga di Beowulf terhubung dengan kiasan penimbunan, terbukti dari kutipan di atas. Penimbunan, selama Periode Awal Abad Pertengahan, sering kali penuh dengan harta karun. Menimbun adalah istilah arkeologi untuk simpanan benda-benda berharga. “Terkadang sengaja dikuburkan dan sering kali aslinya milik orang kaya,” tambah Sweeney.
Naga yang bersikap posesif terhadap timbunan hartanya mungkin mencerminkan keserakahan. Namun bisa juga dilihat sebagai analogi nyata bagi raja, pangeran, dan bangsawan Inggris yang dikubur bersama timbunan harta karun.
Perkembangan ikonografi naga di Inggris
Makna simbolis naga bergeser antara mewakili kebaikan dan kejahatan selama abad pertengahan. Pada awal abad pertengahan, naga sering dikaitkan dengan Iblis, kekacauan, keserakahan, kejahatan, dan ketakutan.
Baca Juga: Ketika Naga Mendominasi Lanskap Monster pada Sejarah Abad Pertengahan
Naga juga memiliki beberapa konotasi positif. Naga digunakan dalam diskusi astronomi dan sejarah alam serta digunakan sebagai hiasan untuk melambangkan kekuatan.
Seekor naga membentuk tubuh konstelasi Draco, yang memiliki berbagai arti bagi berbagai bangsa dan mitologi di seluruh dunia. Sementara beberapa mitos, seperti mitos Yunani tentang Hercules, sekali lagi menggambarkan naga sebagai musuh. Lalu mitologi Celtic menghubungkan konstelasi Draco dengan naga Cadarn, yang dianggap sebagai simbol alam dan tatanan kosmik.
Sementara itu, naga Tudor diadopsi sebagai simbol oleh semua raja Tudor di Inggris sebagai referensi terhadap warisan Welsh. Naga Tudor adalah binatang buas, ini menandakan kekuatan dan keberanian bagi siapa pun yang melihatnya.
Naga Tudor merah juga muncul di bendera Welsh sebagai naga merah Cadwaladr. Bangsa Welsh pertama kali mengadopsi penggunaan naga sebagai simbol kekuatan pada abad kelima setelah Romawi menarik diri dari Inggris.
Source | : | The Collector |
Penulis | : | Sysilia Tanhati |
Editor | : | Afkar Aristoteles Mukhaer |
KOMENTAR