Nationalgeographic.co.id—Hubungan antara Ratu Elizabeth I dari Inggris dan Sultan Murad III dari Kekaisaran Ottoman adalah salah satu aliansi diplomatik paling mengejutkan dalam sejarah.
Di tengah ketegangan politik dan religius Eropa, Elizabeth I mencari sekutu yang tidak terduga di dunia Islam untuk menyeimbangkan kekuatan melawan musuh Katoliknya, terutama Spanyol.
Hubungan ini dimulai dengan surat diplomatik yang dihiasi emas dan terus berkembang melalui pertukaran hadiah yang mewah dan perdagangan yang menguntungkan.
Menurut Jerry Brotton, dalam bukunya "The Sultan and The Queen", tindakan dua pemimpin negara tersebut membuka bab baru dalam sejarah hubungan internasional dan memengaruhi banyak aspek budaya Inggris.
Awal Hubungan Diplomatik
Pada awal 1579, sebuah langkah penting dilakukan oleh Ratu Elizabeth I dari Inggris dalam usahanya untuk memperkuat hubungan dengan Kekaisaran Ottoman.
Elizabeth, melalui suratnya, mengungkapkan keinginan untuk membentuk aliansi politik dan komersial, mencari perlindungan serta hak istimewa perdagangan bagi pedagang Inggris.
Pada 7 Maret 1579, Sultan Murad III mengirimkan surat kepada Ratu Elizabeth, menjanjikan keamanan bagi semua pedagang Inggris yang berdagang di wilayah Ottoman dan meminta persahabatan sebagai balasan.
Balasan ini menunjukkan inisiatif awal untuk membina hubungan antara dua kerajaan yang berbeda budaya dan agama.
Beberapa bulan kemudian, di akhir September 1579, hubungan ini mendapatkan dorongan lebih lanjut melalui kedatangan William Harborne di Konstantinopel. Harborne, dengan mandat dari Ratu Elizabeth, mengajukan permohonan untuk hak-hak dagang khusus bagi pedagang Inggris.
Baca Juga: Kisah Pilu Ratu Catherine dari Aragon yang Dikhianati Raja Inggris
Respons dari Sultan Murad III terhadap permohonan ini sangat positif, sebagaimana tercermin dalam dekrit: "[jika] para agen dan pedagangnya akan datang dari wilayah Anletr melalui laut dengan kapal-kapal mereka, janganlah ada yang mengganggu."
Dalam tanggapan yang penuh hormat dan cepat pada 25 Oktober 1579, Elizabeth I menegaskan kembali posisinya sebagai pelindung iman Kristen sambil menunjukkan penghormatan dan kesediaannya untuk berinteraksi lebih lanjut dengan Sultan dan kekaisaran Ottoman.
" ... kami telah menerima surat-surat Yang Mulia yang ditulis kepada kami dari Konstantinopel ... Kami memahami betapa ramah dan murah hati keagungan Anda yang tak terkalahkan telah menerima petisi rendah hati William Harborne."
Hubungan yang dibina melalui surat-menyurat dan negosiasi ini berdampak jangka panjang terhadap kedua kerajaan.
Hal tersebut memungkinkan Inggris untuk mendapatkan akses ke rute perdagangan yang penting di Mediterania dan Timur Tengah, serta mendukung posisi politik mereka dalam menghadapi kekuatan Eropa lainnya, terutama Spanyol Katolik.
Tawanan dan Pesan Diplomatik
Pada masa akhir abad ke-16, Inggris memulai pendekatannya yang lebih intensif terhadap Kekaisaran Ottoman, didorong oleh kebutuhan untuk memperkuat hubungan ekonomi dan politik.
Kegiatan perdagangan, khususnya perdagangan budak, menjadi titik fokus yang tidak hanya merefleksikan realitas ekonomi tetapi juga sarana diplomasi yang kompleks.
Misalnya, ketika Sir Francis Drake membawa pulang seratus orang-orang Ottoman dari galai Spanyol. Dalam konteks yang sama, William Harborne, sebagai duta besar Inggris, menggunakan situasi ini untuk memperkuat pengaruh Inggris di Kesultanan Ottoman. Melalui dedikasinya dalam negosiasi, Harborne berhasil membebaskan banyak tawanan Inggris.
Menurut Brotton, peran perdagangan dalam diplomasi yang diinisiasi oleh individu seperti Drake dan Harborne tidak hanya memperkuat hubungan antara Inggris dan Kesultanan Ottoman tetapi juga menciptakan interaksi lebih luas antara Barat dan dunia Islam.
Dampak dari kegiatan ini meluas jauh di luar pertemuan langsung mereka, memengaruhi kebijakan dan persepsi lintas budaya untuk dekade mendatang.
Baca Juga: Foto-Foto Langka Ratu Elizabeth II dari Arsip National Geographic
Pengaruh Budaya dan Komersial
Hubungan diplomatik yang terjalin erat antara Ratu Elizabeth I dan Sultan Murad III tidak hanya memperkuat posisi politik kedua belah pihak tetapi juga merangsang pertumbuhan perdagangan dan pertukaran budaya yang signifikan antara Inggris dan Kekaisaran Ottoman.
Kemitraan ini membuka peluang baru bagi kedua kerajaan untuk saling memengaruhi dalam berbagai aspek, termasuk ekonomi dan budaya.
Komoditas utama yang diperdagangkan termasuk rempah-rempah, sutra, dan barang-barang mewah lainnya, memberikan dorongan ekonomi yang signifikan bagi kedua belah pihak.
"Rempah-rempah dan sutra menjadi komoditas utama yang diperdagangkan, memberikan manfaat ekonomi yang signifikan bagi kedua negara," kata Brotton.
Pertukaran budaya juga sangat berpengaruh; fesyen Ottoman, seperti pakaian sutra dan hiasan kepala Turki, menjadi populer di Inggris. Begitu juga rempah-rempah dan makanan dari Timur Tengah mulai masuk ke dalam masakan Inggris.
Selain itu, beberapa istilah dan kata dari bahasa Turki dan Arab mulai masuk ke dalam bahasa Inggris, mencerminkan interaksi budaya yang lebih luas.
Peneliti BRIN dan Inggris Berkolaborasi Mengatasi Permasalahan Sampah Plastik di Indonesia
Penulis | : | Tri Wahyu Prasetyo |
Editor | : | Ade S |
KOMENTAR