Seluruh anggota komunitas kemudian berkumpul dan sebelum sang putri dikorbankan mereka bersumpah untuk:
1. Setiap orang harus menyayangi padi seperti ibu yang menyayangi anaknya dan jangan bertindak kasar terhadap padi-padi yang tumbuh.
2. Padi yang merupakan penjelmaan Putri Long Diang Yung harus di-erau-kan/dipestakan.
3. Orang yang memiliki padi dan menikmatinya serta taat dengan sumpah ini, maka akan aman, panjang umur, makmur, dan sejahtera.
4. Bagi mereka yang melanggar sumpah akan celaka, menderita karena sakit, dan tidak berumur panjang.
Seketika, setelah sang putri dikorbankan, hujan turun dengan derasnya, kemudian tumbuh serumpun padi yang dipercaya merupakan penjelmaan dari Putri Long Diang Yung. Padi tersebut tidak habis meskipun dituai berkali-kali hingga seluruh masyarakat mendapatkan benih padi tersebut dan menanamnya di ladang masing-masing.
Dengan cara ini masyarakat Dayak Wehea dapat bertahan hidup dan terus mengadakan pesta panen Lom Plai setiap tahunnya. Berdasarkan penanggalan adat Dayak Wehea, pesta panen ini biasanya diadakan antara bulan April – Mei setiap tahunnya.
”Tradisi Lom Plai terus diadakan setiap tahunnya dan bahkan akan terus diadakan sampai anak cucu kami nanti kelak, ketika hasil panen sedang baik ataupun tidak. Jika tidak, maka kami akan melanggar sumpah dan akan celaka ataupun mengalami kemalangan,” tutur salah satu tetua adat Dayak Wehea, Ledjie Taq.
Tarian Hudoq/Hedoq
Tarian Hudoq (Enjiak Hedoq) menjadi salah satu bagian ritual terpenting yang hanya dilakukan dalam acara puncak Lom Plai (Embob Jengea). Kemunculan tarian ini berawal dari legenda perkawinan Heleang Hebeung dari alam manusia dengan Selau Sen Yeang yang berasal dari kerajaan di dasar pusaran sungai.
Baca Juga: Orang Dayak Iban Tahu Pohon Terap Ada Dua Jenis, Kini Terbukti Ilmiah
Penulis | : | National Geographic Indonesia |
Editor | : | Ade S |
KOMENTAR