Nationalgeographic.co.id—Bagi kehidupan masyarakat Dayak, hutan bukanlah hanya untuk memenuhi fungsi pragmatis ekonomi semata, namun memiliki fungsi ritual, dan kelangsungan hidup manusia.
Studi antropologi dilakukan oleh Linggua Sanjaya Usop, civitas Universitas Palangka Raya, untuk mengkaji tentang kearifan suku Dayak Ngaju, Kalimantan Tengah. Bertajuk Peran Kearifan Lokal Masyarakat Dayak Ngaju untuk Melestarikan Pahewan (Hutan suci) di Kalimantan Tengah, hasil penelitian tersebut terbit dalam jurnal Enggang pada 2020.
Sanjaya menemukan adanya keterkaitan antara kearifan lokal yang berkembang di daerah tersebut dengan pelestarian hutan. Pahewan atau hutan suci adalah salah satu wujud dari kearifan lokal dalam rangka mengelola lingkungan hutan.
“Pahewan merupakan kawasan hutan lebat dengan pepohonan yang besar, baik yang bersifat monokultur seperti kawasan hutan tabelien (kayu besi) di Desa Rakumpit maupun aneka pepohonan yang dianggap keramat oleh masyarakat seperti kawasan sumbukurung di Kahayan,” ungkap Sanjaya.
Menurut keyakinan masyarakat Dayak, kawasan Pahewan tidak boleh diganggu. Bila seseorang mencoba mengusiknya, artinya ia telah melanggar wilayah pali (pantangan) yang dapat membuat seseorang menjadi sakit atau celaka.
Di samping kawasan pahewan, terdapat kawasan sepan di Kahayan hulu yang berfungsi sebagai tempat berkumpulnya satwa. Sebagai lahan konservasi maka kawasan ini memiliki peran besar sebagai kawasan penyangga kerusakan lingkungan dan mencegah kepunahan hayati.
Nilai-nilai budaya masyarakat Dayak, Kalimantan Tengah bersumber dari kepercayaan Kaharingan. Nama Kaharingan berasal dari kata “Haring” yang artinya ada dengan sendirinya. Pada Intinya kepercayaan Kaharingan ini meyakini pada segala benda dan makhluk yang memiliki Gana (roh), dan hanya ada satu tuhan, yaitu Ranying Hatala Langit yang menciptakan segala isi alam.
“Dalam kehidupan sehari-hari, umat Kaharingan percaya kepada makhluk-makhluk Ilahi yang berkuasa dan bertugas membantu keselamatan manusia, memberi rezeki dan menyebarkan penyakit, dan lain-lain yang tersebar di air (sungai, danau, dan laut), gunung, hutan, tanaman, dan tempat-tempat tertentu,” ungkap Sanjaya.
Baca Juga: Kehidupan Budaya dan Sosial Komunitas Dayak Bumi Segandu di Indramayu
Baca Juga: Carl Bock, Peneliti Eropa Pertama yang Menepis Stigma Suku Dayak
Baca Juga: Tane Olen, Hutan Rakyat Yang Dijaga Suku Dayak Setulang
Penulis | : | Tri Wahyu Prasetyo |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR