Nationalgeographic.co.id—Untuk mengetahui keberlangsungan hidup hiu paus (Rhincodon typus) di Teluk Cenderawasih, pemantauan rutin sangat diperlukan. Pemantauan ini harus menggunakan perangkat Global Positioning System (GPS) yang terpasang di satwa raksasa laut ini.
Sejak 2012 hingga sebelum 2023, pemasangan GPS pada hiu paus sudah dilakukan dua kali dengan melibatkan pihak Balai Besar Taman Nasional Cenderawasih (BBTNC). Akan tetapi, perangkat GPS dan proses pemantauan yang sudah ada memiliki kekurangan, baik dari segi metode maupun efisiensi.
"Pemasangan GPS yang ada sebelumnya pakai metode suntik dan tembak atau bor," terang Frans Kusi Sineri, Kepala Bagian III Taman Nasional Teluk Cenderawasih, dalam pertemuan persiapan pemasangan GPS yang baru, Kamis, 6 Juni 2024. "Kita perlu metode yang setidaknya kurang menyakiti mereka."
Guna pengembangan sistem pemantauan hiu paus, sebagai upaya konservasi dan riset, PT. Pertamina International Shipping (PIS) berkolaborasi dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) turut ambil peran. Langkah yang diambil, salah satunya dengan metode baru perangkat GPS yang lebih ramah.
"Pemasangannya dilakukan di bagan yang mana biasanya, setiap harinya hiu paus muncul. Bagan sendiri adalah tempat nelayan menangkap ikan kecil yang mana adalah makanan favorit hiu paus," terang Muhammad Aryomekka Firdaus, Corporate Secretary Pertamina International Shipping.
Program pemantauan hiu paus ini berada di bawah program PIS bertajuk "BerSEAnergi untuk Laut". Tujuan dari program ini sendiri untuk mendukung keberlanjutan ekosistem laut, peningkatan literasi, dan kesejahteraan masyarakat pesisir. Perangkat GPS yang digunakan sudah diuji coba sejak 2012 di Meksiko, Kepulauan Galapagos, dan Peru.
"Dari kerja sama ini, kami ingin adanya peningkatan kualitas untuk monitoring dan research di Teluk Cenderawasih dengan taraf internasional," terang Aryo. Berdasarkan pemantauan terakhir yang berlangsung sejak November 2023, populasi hiu paus bertambah menjadi 203 individu. "Tentunya ini merupakan kabar gembira dari upaya baik yang telah berlangsung, dan komitmen perusahaan yang mendukung keberlanjutan ekosistem laut," lanjut Aryo.
Berbeda dengan pemasangan GPS sebelumnya, perangkat yang digunakan tidak akan disuntik atau ditembak ke dalam tubuh hiu paus. Perangkat akan direkatkan dan diperkuat dengan penjepit di sirip dorsal hiu paus.
"Ada dua perbedaan [dari metode biasa]. Pertama, berhubungan dengan pengumpulan data dan transmisi. Jadi, hiu paus yang telah dipasang label GPS akan langsung mengirimkan data ke satelit, jika hiu pausnya mendekati permukaan [laut]," terang Marco Flagg, CEO Desert Star System LLC.
Meski dijepit dan direkat, perangkat ini tidak dapat dengan mudah terlepas di tengah laut karena tekanan atau gelombang. Akan tetapi, perangkat GPS dapat dilepas atau ditempel kembali dengan mudah oleh pihak pengawas. Data yang tersimpan dalam perangkat dapat disalin ke komputer untuk memantau pergerakan yang belum dideteksi satelit, terang Flagg.
Baca Juga: Merawat Kebersamaan Antara Manusia dan Hiu Paus di Teluk Cenderawasih
Dengan demikian, pihak BBTNC dapat mengumpulkan data pergerakan hiu paus lebih sering dari sebelumnya. "Dengan adanya kerja sama ini, kami jadinya bisa dapat data yang baik dan monitoring hiu paus setiap bulannya," terang Markus Apaseray, Polisi Hutan TNTC.
Markus adalah salah satu anggota TNTC yang mendapat pelatihan pemasangan GPS ini. Pelatihan tersebut dipimpin langsung oleh Marco di bagan nelayan di Teluk Cenderawasih. Dengan pelatihan ini, ke depannya pihak pengelola TNTC dapat melakukannya secara mandiri.
Aryo menambahkan, data pergerakan hiu paus ini nantinya akan dimanfaatkan oleh PIS. Rencananya, data dari satelit ini menjadi keputusan aktivitas perkapalan mereka agar menghindari jalur migrasi hiu paus di lautan.
"Saya juga berharap mungkin ini tidak hanya sekali, ke depannya lebih banyak lagi jumlah hiu paus, lebih kelihatan lagi jalur migrasinya, dan jalur berenangnya ke mana saja, sehingga cuma hanya kapal kita yang ada di daerah Papua sini, tetapi kapal di seluruh Indonesia bisa kita sinkronkan datanya," terang Aryo.
Program "BerSEAnergi untuk Laut" merupakan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (TJSL) PIS. Komitmen ini bersifat jangka panjang untuk mendukung program Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDG) yang disepakati secara global. Pihak PIS mendukung SDG melalui poin 14 tentang kehidupan bawah laut, yang selama ini masih sedikit diinvestasikan oleh banyak pihak.
Penulis | : | National Geographic Indonesia |
Editor | : | Afkar Aristoteles Mukhaer |
KOMENTAR