Nationalgeographic.co.id - Perubahan iklim yang terjadi hari ini mengubah kawasan lingkungan dan sumber daya. Akibatnya, spesies tertentu terdorong untuk bisa beradaptasi, termasuk mencari suhu atau mencari tempat sumber makanan yang lebih segar. Proses adaptasi ini juga berdampak pada pelestarian spesies tertentu yang dapat mengancam.
Baru-baru ini, sebuah temuan menyingkap bahwa rata-rata ukuran paus kelabu (Eschrichtius robustus) telah mengalami penyusutan ukuran yang signifikan. Meski demikian, faktor perubahan iklim masih dalam penelusuran lebih mendalam di masa depan.
Terkait penyusutan ukuran pada paus kelabu ini, para peneliti mengungkapkan dampaknya bisa menjadi konsekuensi bagi keberlangsungan mereka. Temuan ini juga menandakan bahwa ada yang harus diperhatikan dari rantai makanan paus kelabu di habitatnya.
Jika kita menengok lagi pada teori evolusi, adaptasi adalah proses seleksi alam yang digagas Charles Darwin. Dalam proses adaptasi, lingkungan yang kurang mendukung sumber daya dapat mendorong spesies tertentu untuk beradaptasi.
Salah satu adaptasinya adalah penyusutan ukuran tubuh. Itu sebabnya, dalam sains populer, banyak yang menggambarkan bahwa spesies yang ada hari ini lebih kecil dari versi kolosalnya. Hal ini pula berlaku pada paus kelabu yang diungkap dalam studi terbaru.
Lebih lanjut, studi terbaru ini mengamati subkelompok paus kelabu yang berada di Pasifik Timur Laut yang berjumlah 14.500 ekor. Paus kelabu ini tinggal di dekat pantai. Tempat mereka mencari makan berada di perairan yang lebih dangkal dan lebih hangat dari Laut Arktik--tempat sebagian besar paus kelabu tinggal.
Dari subkelompok ini, para peneliti membandingkan paus kelabu kelahiran sebelum tahun 2000 dan sesudah 2020 di usia yang sama. Rupanya, paus kelabu yang lahir pada 2020 mencapai ukuran panjang tubuh dewasa sekitar 1,65 meter lebih pendek dari kelompok yang lahir sebelum tahun 2000.
“Secara umum, ukuran sangat penting bagi hewan,” kata Enrico Pirotta, penulis utama studi tersebut dan peneliti dari University of St. Andrews, Skotlandia, dikutip dari Eurekalert. “Hal ini mempengaruhi perilaku mereka, fisiologi mereka, riwayat hidup mereka, dan memiliki dampak yang berjenjang bagi hewan dan komunitas di mana mereka menjadi bagiannya.”
Pirotta berpendapat, pada anak paus berusia penyapihan yang ukurannya lebih kecil dari generasi sebelumnya mungkin tidak mampu mengatasi ketidakpastian saat memasuki fase mandiri. Tentunya, kondisi ini memengaruhi tingkat keberlangsungan hidupnya saat dewasa.
Bagi paus kelabu dewasa, salah satu kekhawatiran terbesarnya adalah keberhasilan reproduksi, ungkap para peneliti. "Ini bisa menjadi pertanda peringatan dini bahwa populasi ini mulai menurun atau tidak sehat," kata K.C. Bierlich, salah satu penulis studi dari Oregon State University’s Marine Mammal Institute.
Bierlich melanjutkan, ukuran paus kelabu yang lebih kecil mungkin dapat berpengaruh terhadap kemampuan mereka menyimpan dan menyalurkan energi. Pengurangan kemampuan ini bisa berdampak pada pertumbuhan dan cara paus kelabu menjaga kesehatan raganya.
Baca Juga: Merawat Kebersamaan Antara Manusia dan Hiu Paus di Teluk Cenderawasih
Bahaya Keberlangsungan Ekosistem
Perubahan ini bisa memengaruhi peranan paus kelabu dalam ekosistem laut. Menurut Bierlich, selama ini paus dianggap sebagai penjaga ekosistem laut tetap sehat. "Jika populasi paus tidak berkembang dengan biak, hal ini mungkin berdampak buruk pada lingkungannya sendiri," tuturnya.
Studi bertajuk "Modeling individual growth reveals decreasing gray whale body length and correlations with ocean climate indices at multiple" scales ini diterbitkan di jurnal Global Change Biology pada 7 Juni 2024. Penyingkapan penurunan ukuran tubuh paus kelabu ini dipantau dari pengamatan beberapa dekade terakhir.
Data tersebut diperoleh dari laboratorium Geospatial Ecology of Marine Megafauna (GEMM) milik The Marine Mammal Institute, termasuk pemantauan dari drone untuk mengukur ukurannya. Para peneliti membandingkan 103 individu yang ada dari 2016 sampai 2022. Tidak luput, para peneliti juga mengidentifikasi usia dan ukurannya untuk dibandingkan setiap generasi.
Ada pun para peneliti juga meneliti pola lingkungan laut, terutama pada keseimbangan pembalikan massa air (upwelling) dan relaksasi laut. Faktor lingkungan ini memungkinkan dalam pengaturan ketersediaan makanan bagi paus kelabu di Pasifik.
Pembalikan massa air berperan untuk membawa nutrisi yang ada di laut dalam berpindah ke wilayah yang lebih dangkal. Sementara itu, periode relaksasi mempertahankan nutrisi tetap ada di wilayah dangkal, sehingga plankton dan organisme kecil lainnya selalu tersedia.
Para peneliti menemukan, penyebabnya adalah ketidakseimbangan ini. Akibatnya, ekosistem yang menyajikan makanan bagi paus kelabu tidak mendukung.
Meski belum pasti secara spesifik, ketidakseimbangan ini diperkirakan dipengaruhi perubahan iklim. Perubahan iklim diyakini memengaruhi perubahan pada siklus yang ada di Samudra Pasifik di tempat paus kelabu berada.
"Faktor-faktor ini dan faktor-faktor lainnya memengaruhi dinamika keseimbangan pembalikan massa air dan relaksasi di kawasan tersebut," terang Leigh Torres, rekan peneliti dari GEMM Lab.
Agar lebih pasti faktor perubahan iklim ini, Bierlich dan kawan-kawan masih terus melanjutkan studi pada subkelompok paus kelabu di Pasifik Timur Laut. "Ini adalah kumpulan data yang kuat yang memungkinkan kami mendeteksi perubahan kondisi tubuh setiap tahun, jadi kami sekarang memeriksa faktor lingkungan yang mendorong perubahan tersebut," tutur Bierlich.
Penulis | : | Afkar Aristoteles Mukhaer |
Editor | : | Afkar Aristoteles Mukhaer |
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari, program KG Media yang merupakan suatu rencana aksi global, bertujuan untuk menghapus kemiskinan, mengurangi kesenjangan dan melindungi lingkungan.
KOMENTAR