Masih menurut Sucipto dkk, kesimpangsiuran asal muasal urang Kanekes terletak pada ketertutupan masyarakat Baduy sendiri. Sucipto dkk menjelaskan, menurut mereka asal mula kehidupan masyarakat urang Kanekes tabu untuk diungkapkan.
"Kepercayaan dan legenda yang berkembang pun cenderung meninggalkan sejarahnya. Adanya anggapan bahwa masa lampau adalah sama dengan masa sekarang, membuat masyarakat Baduy relatif tidak mempunyai bukti-bukti sejarah yang jelas," tulis Sucipto dkk.
Meski begitu, urang Kanekes terkenal memegang teguh nilai-nilai leluhurnya. Misalnya, mereka mempunyai kewajiban untuk melakukan tapa dunya atau tapa mandala, termasuk memelihara lingkungan alamnya sebagai pusat dunia.
Selain itu dalam hal kekerabatan, orang Baduy mempunyai kewajiban "ngasuh ratu, ngjayakeun menak" (mengasuh ratu dan membimbing orang-orang pembesar). Mereka menganggap ratu dan menak itu adanya di dayeuh (kota), bukan di Kanekes. Sehingga urang Kanekes merasa kedua posisi tersebut harus diasuh dan dibimbing serta merasa tabu untuk memberontak pada pemerintah.
Salah satu manifestasi dari menjunjung tinggi nilai kekerabatan tersebut yakni dengan melakukan seba setiap tahun kepada pemerintah setempat. Ritual seba adalah mengantarkan hasil bercocok tanam setelah panen sebagai ungkapan rasa terima kasih dan pengakuan kepada pemerintah yang mereka sebut Ratu.
Source | : | Voi.id |
Penulis | : | Utomo Priyambodo |
Editor | : | Ade S |
KOMENTAR