Sudut pandang semacam ini sebagian besar diwarisi dari ajaran Zhang Boduang. Xue Daoguang, seorang guru dari aliran Selatan, menolak gagasan untuk mencari eliksir di luar pikiran.
"Letaknya bukan di hati, bukan di jantung ...". Konsep Xuan adalah "kosong" (tanpa pikiran), isi (kesadaran), dan keinginan, yang semuanya disebutkan dalam bab pembukaan DDJ.
"Dalam interpretasi kosmologis, Kosong/Isi sering diterjemahkan sebagai non-being/being (ketiadaan/keberadaan), dan selalu membingungkan bagaimana keberadaan bisa diciptakan dari ketiadaan," ungkap Zhang.
"Namun, jika kita membatasi Dao De Jing dari perspektif teori pikiran, maka Kosong dan Isi hanyalah dua keadaan pikiran yang dibedakan oleh ada atau tidaknya nama/konsep," paparnya.
Dengan interpretasi ini, menciptakan Kehadiran dari Kekosongan berarti menciptakan nama dari keadaan pikiran tanpa nama, dan tidak ada masalah pemahaman sama sekali.
Dengan membaca paragraf pembukaan DDJ sebagai teori pikiran, terungkap bahwa ada dua keadaan kognitif: yang satu dengan nama dan lainnya lagi tanpa nama. Meskipun kebanyakan orang saat ini hidup dalam keadaan Isi, kita tahu bahwa "kosong" pasti ada sebelum adanya nama.
"Kosong" juga keadaan pikiran yang penuh aktivitas, jika tidak, penemuan bahasa tidak akan mungkin terjadi. Dari keadaan "kosong" inilah kata-kata, nama, atau konsep diciptakan.
DDJ mengidentifikasi 'keinginan' sebagai agen yang menyebabkan peralihan antara kedua keadaan tersebut, dan Xuan, yang dimodulasi oleh keinginan, memiliki akses ke kedua keadaan pikiran tersebut.
Tanpa keinginan, Xuan dapat mengamati rahasia jalan, dan dapat membawa pengamatan tersebut ke dalam konsep yang terbentuk jika keinginan muncul. Interpretasi ini sesuai dengan teks aslinya karena pengamatan tentang rahasia dan bentuk jalan adalah fungsi kognitif.
Jika Xuan tidak dianggap sebagai kemampuan pikiran seperti yang disarankan oleh JW, maka frasa yang berbicara tentang pengamatan tidak dapat dikaitkan dengan Xuan. Dengan demikian, seluruh paragraf akan runtuh menjadi frasa acak yang tidak saling berkaitan.
Sepanjang sejarah, baik Daoisme maupun Buddhisme telah mencoba berbagai cara untuk menyampaikan gagasan bahwa hanya dalam keadaan "kosong", seseorang dapat memahami kebenaran dan mengamati jalan yang kekal.
Baca Juga: Sun Wukong, Kera Sakti yang Menantang Surga dalam Mitologi Tiongkok
Penulis | : | Muflika Nur Fuaddah |
Editor | : | Ade S |
KOMENTAR