Nationalgeographic.co.id—Seorang pengunjung Hulu Indonesia Festival 2024 sedang menjajal realitas maya—atau Virtual Reality—360 derajat dalam platform Merapah Banua. Teknologi ini mampu menciptakan lingkungan simulasi, memungkinkan pengguna untuk berinteraksi dengan dunia tiga dimensi yang bisa meniru situasi nyata.
Dalam platform itu pengunjung bisa menjelajahi tiga rumah betang melalui teknologi realitas maya: Rumah Betang Semangkok di Ariung Mendalam sebagai tempat tinggal masyarakat adat Dayak Taman, Rumah Betang Kedungkang di Kedungkang sebagai tempat tinggal masyarakat adat Dayak Iban, dan Rumah Betang Benua Tengah sebagai tempat tinggal masyarakat adat Dayak Tamambaloh.
Festival Hulu Indonesia Festival 2024, yang juga disebut Hi-Fest 2024, digelar di Aula Paroki Kota Putussibau, Kabupaten Kapuas Hulu, Kalimantan Barat, pada 30-31 Agustus silam. Temanya, “Satu Bumi”. Platform Merapah Banua diperkenalkan secara resmi pada publik pada acara tersebut.
“Merapah Banua adalah langkah nyata untuk mengangkat nilai kekayaan alam dan budaya Kapuas Hulu. Budaya, manusia dan alam merupakan satu kesatuan," ucap Trias Fetra, Program Lead Komoditas Berkelanjutan di MADANI Berkelanjutan.
Nama "Merapah Banua" berasal dari kata “merapah” yang artinya mengembara atau menjelajah, dan “banua” yang berarti negeri atau rumah. Melalui platform ini, ia mengajak masyarakat luas untuk menjelajahi dan lebih mengenal berbagai potensi Kapuas Hulu, serta mendorong masyarakat di hulu pada khususnya untuk berkolaborasi dalam pengembangan kawasan.
Merapah Banua dirancang untuk menjadi ruang kreatif dan wadah bagi individu dan komunitas yang memiliki semangat yang sama dalam mengembangkan "The Heart of Borneo", julukan untuk Kalimantan Barat.
Platform ini membagikan kisah perjalanan mengeksplorasi alam dan budaya Kapuas Hulu melalui Cerita Perjalanan; mengenal kehidupan masyarakat adat Dayak dari dekat sekali bersama potensi komoditas lestari yang mereka miliki melalui Virtual Reality Tour 360°; terhubung dengan berbagai inisiatif kelompok anak muda yang berkomitmen melestarikan warisan budaya benda dan tak benda Kapuas Hulu lewat rubrik Komunitas; serta mengapresiasi produk ramah alam dari tangan para perajin, pengusaha, dan UMKM setempat dengan berbelanja hasta karya mereka melalui pasar daring Pasar Rakyat Hulu.
Platform ini diharapkan dapat menjadi jembatan bagi kolaborasi yang lebih luas dan memberikan dampak nyata bagi masyarakat di Kapuas Hulu. Melalui semangat “Dari Kapuas Hulu untuk Kapuas Hulu”, Merapah Banua mengajak semua pihak untuk berkontribusi, berkolaborasi, berinteraksi, dan berdaya bersama.
"Komunitas-komunitas lokal di Kapuas Hulu memiliki potensi luar biasa. Merapah Banua hadir sebagai wadah informasi yang mengangkat nilai-nilai kearifan lokal, lingkungan sosial, dan budaya," kata Agustinus Surya Indrawan, Ketua Putussibau Art Community (PAC). "Saya berharap, Merapah Banua dapat menjadi corong inspiratif yang mampu menggerakkan siapa pun untuk ambil bagian dalam gerakan ini."
Sementara itu Hardiyanti, founder Mahakarya Tenun, wadah pendokumentasian para perempuan perajin tenun Dayak Iban, mengatakan, “Pasar Rakyat Hulu adalah langkah awal bagi UMKM di Kapuas Hulu untuk memperkenalkan produk mereka secara lebih luas. Kami berharap ini akan memberikan dampak positif bagi perekonomian lokal, terutama bagi para perempuan perajin tenun yang juga berperan dalam konservasi hutan.”
Hulu Indonesia Festival 2024 menampilkan berbagai kegiatan yang bertujuan untuk memperkenalkan Merapah Banua kepada publik dengan beberapa kegiatan, seperti Talkshow bertema “Berserikat untuk Alam dan Budaya” dengan menghadirkan beberapa tokoh penggiat lingkungan dan budaya.
Baca Juga: Menyelidiki Toponimi Tiga Desa Perbatasan Kalimantan Barat dan Sarawak
Penulis | : | National Geographic Indonesia |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR