Nationalgeographic.co.id—Paus Fransiskus yang saat ini sedang berkunjung ke Indonesia tidak hanya dikenal peduli sosial, tetapi juga peduli lingkungan. Pemimpin Tertinggi Gereja Katolik Sedunia sekaligus Kepala Negara Vatikan itu sering berbicara mengenai keadilan iklim.
Dalam pidatonya di hadapan para peserta pertemuan puncak Vatikan tentang krisis iklim pada Mei 2024, misalnya, Paus Fransiskus mendorong masyarakat internasional untuk memanfaatkan kekuatan regeneratif alam guna bergerak menuju ketahanan iklim.
Lewat pidatonya itu Paus Fransiskus juga menyemprot negara-negara kaya dan orang-orang kaya yang serakah. Dia menegaskan, "Jalan menuju ketahanan iklim terhambat oleh keserakahan jangka pendek."
Lebih lanjut, Paus Fransiskus menyesalkan data mengenai perubahan iklim yang semakin memburuk, dan menyerukan tindakan segera “untuk melindungi manusia dan alam.”
Karena negara-negara berkembang menderita dampak perubahan iklim secara lebih langsung, ia bertanya kepada para pemimpin politik dari berbagai negara apakah “kita bekerja untuk budaya kehidupan atau budaya kematian?”
“Negara-negara yang lebih kaya, sekitar 1 miliar orang, menghasilkan lebih dari setengah polutan yang memerangkap panas,” kata Paus Fransisku seperti dilansir Vatican News. “Sebaliknya, 3 miliar orang miskin berkontribusi kurang dari 10%, tetapi mereka menderita 75% dari kerusakan yang diakibatkannya.”
Paus Fransiskus mengingatkan bahwa perusakan lingkungan adalah “pelanggaran terhadap Tuhan” dan “dosa struktural” yang membahayakan semua orang.
“Kita mendapati diri kita dihadapkan dengan tantangan sistemik yang berbeda tetapi saling terkait: perubahan iklim, hilangnya keanekaragaman hayati, kerusakan lingkungan, kesenjangan global, kurangnya ketahanan pangan, dan ancaman terhadap martabat masyarakat yang terkena dampaknya,” jelasnya.
Setiap masalah ini, tambah Paus, harus ditangani dengan segera dan kolektif untuk melindungi orang miskin di dunia, terutama perempuan dan anak-anak, yang menanggung beban yang tidak proporsional.
Namun, ia mencatat, perempuan yang sama itu bukan hanya korban perubahan iklim tetapi juga “kekuatan yang kuat untuk ketahanan dan adaptasi.”
Baca Juga: Mengapa Paus Fransiskus Menciptakan Hari Orang Miskin Sedunia?
Penulis | : | Utomo Priyambodo |
Editor | : | Ade S |
KOMENTAR