Nationalgeographic.co.id—Kekaisaran Ottoman memiliki hubungan dengan Hindia Belanda dalam bidang pendidikan. Meski begitu setelah keruntuhannya pada 3 Maret 1924, banyak madrasah dan sekolah agama ditutup karena Mustafa Kemal Ataturk menerapkan sekulerisme di negara Turki.
Ketika Sutomo menjejakkan kaki di Turki pada Maret 1937, Turki sedang mengalami transformasi besar. Lantas seperti apa kesan Sutomo, yang kelak mendirikan organisasi Budi Utomo bersemangat nasionalisme di Hindia Belanda itu?
Mengacu pada memoar Sutomo selama kunjungannya ke Turki, dapat dipahami bahwa Sutomo tidak begitu terkesan dengan kemegahan dan kejayaan Kekaisaran Ottoman. Sebaliknya, ia menganggap Ottoman sebagai salah satu faktor utama yang menyebabkan kemunduran bangsa Turki.
Dia lebih memuji Ataturk sebagai pemimpin Turki modern yang membuat banyak kemajuan dan perbaikan. Dalam memoarnya mengenai aspek pendidikan, sosial, ekonomi, politik, dan budaya di Turki, dia bersimpati pada Turki modern dan mengecam Ottoman karena menyebabkan kemunduran bangsa Turki.
"Dalam memoarnya, Sutomo selalu membandingkan Turki modern dengan Kekaisaran Ottoman; maklum karena pada awal abad ke-20 karena Turki modern sangat kontras dengan Kekaisaran Ottoman," ungkap Yon Machmudi dan Frial Ramadhan Supratman dalam Islam, Modern Turkey, and a Javanese Intellectual: The Sutomo’s Visit to Turkey in 1937 yang terbit pada jurnal Studia Islamika.
"Setiap orang yang mengunjungi Turki pada masa itu biasanya akan mencatat dan mengomentari jatuhnya Kekaisaran Ottoman dan berdirinya Turki modern," lanjutnya.
Kritik Sutomo terhadap Ottoman mewakili pandangan kaum elite Indonesia modern tentang Ottoman sebelum perselisihan antara Muhammad Natsir dan Sukarno muncul.
Salah satu kritik Sutomo terhadap Kesultanan Ottoman berkaitan dengan ekonomi pertanian negara tersebut. Menurut Sutomo, ekonomi pertanian Ottoman adalah salah satu faktor utama yang menyebabkan kemunduran bangsa Turki.
Ia kemudian membandingkannya dengan kemajuan ekonomi Turki ketika Turki berubah menjadi republik modern. Selain itu, ia membandingkan kemunduran Ottoman dengan China, India, dan negara-negara lain yang terjajah.
"Pandangan Sutomo tidak sepenuhnya benar. Memang benar bahwa Ottoman mendasarkan ekonominya pada sektor pertanian, tetapi sejak abad ke-19, mereka telah menyesuaikan diri dengan proses industrialisasi," jelas Yon dan Frial.
Hal itu terbukti bahwa Sutomo tidak mengetahui tentang pabrik-pabrik yang didirikan di Istanbul, terutama yang menyediakan kebutuhan untuk para tentara. Selain itu, Ottoman juga melakukan kegiatan eksplorasi tambang.
Baca Juga: Nama Sultan dalam Doa: Cerminan Hubungan Ottoman-Hindia Belanda
Penulis | : | Muflika Nur Fuaddah |
Editor | : | Ade S |
KOMENTAR