Nationalgeographic.co.id—Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri dari berbagai macam etnis dan suku bangsa. Begitu juga pada era kolonial Belanda, hingga tercipta kebijakan wijkenstelsel (sistem distrik) dan passenstelsel (sistem izin) nantinya, yang mengharuskan tiap suku bangsa tinggal di kampung-kampung tersendiri.
Perlu Anda ketahui, orang Arab telah bermigrasi ke kepulauan Indonesia sejak lama. Robert B. Serjeant menjelaskan bahwa sāda—mereka yang menelusuri garis keturunan mereka ke Nabi Muhammad dari Hadramaut, Yaman—telah mencapai Asia Tenggara dan mengendalikan perdagangan pesisir sebelum kedatangan Belanda.
"Mereka umumnya dikenal sebagai cendekiawan dan pedagang serta menikah dengan wanita setempat. Orang Hadrami adalah salah satu dari sedikit komunitas yang memiliki kemampuan unik untuk menggabungkan agama dan perdagangan di negara-negara tempat mereka bermigrasi," ungkap Serjeant.
Beberapa dari migran ini kemudian berasimilasi dan menjadi pribumi setelah beberapa generasi, namun beberapa lainnya tetap mempertahankan identitas asli mereka.
Namun, mereka yang tinggal di kepulauan Indonesia selama lebih dari satu generasi biasanya akan menyerap adat istiadat dan bahasa masyarakat setempat dan dalam batas tertentu dianggap sebagai bagian dari komunitas pribumi, meskipun mereka tidak sepenuhnya meninggalkan identitas asli mereka.
Beberapa orang Hadrami, terutama mereka yang datang belakangan, terus mempertahankan kontak dengan negara asal mereka. Beberapa anak Hadrami dikirim oleh ayah mereka ke tanah leluhur mereka untuk mendapatkan pendidikan dan setelah itu kembali ke kepulauan Indonesia.
Penduduk pribumi cenderung menghormati mereka karena peran leluhur mereka di masa lalu dan karena hubungan garis keturunan beberapa dari mereka dengan Nabi Muhammad. Jumlah mereka yang bermigrasi tidak besar, terutama jika dibandingkan dengan orang Tionghoa.
"Jangan remehkan pengaruh mereka. Diaspora mereka telah menciptakan jaringan keagamaan, komersial, dan politik yang signifikan di sepanjang Samudera Hindia," ungkap Serjeant.
Alwi Alatas dan Alaeddin Tekin dalam The Indonesian-Hadramis’ Cooperation With The Ottoman and The Sending of Indonesian Students to Istanbul, 1880s-1910s yang terbit dalam jurnal Tarih Incelemeleri Dergisi menyebut pada abad ke-19, jumlah orang Hadrami yang bermigrasi ke Hindia Belanda (Indonesia kolonial) dan Negeri-Negeri Selat di bawah kekuasaan Inggris meningkat pesat.
Hal ini disebabkan, antara lain, oleh daya tarik ekonomi negara tujuan dan juga kemudahan perjalanan dengan dibukanya Terusan Suez dan munculnya kapal uap.
Beberapa orang Hadrami yang keluarganya telah tinggal selama beberapa generasi menjadi pedagang kaya di kota-kota utama seperti Batavia (Jakarta).
Baca Juga: Tarekat Syattariyah Aceh, 'Anak Kandung' Tradisi Intelektual Ottoman
Penulis | : | Muflika Nur Fuaddah |
Editor | : | Ade S |
KOMENTAR