Nationalgeographic.co.id—Pertarungan gladiator merupakan hiburan yang populer pada masa Republik Romawi (509 SM-27 SM) hingga Kekaisaran Romawi (37 SM-476 M). Gladiator yang bertarung biasanya adalah seorang budak, tetapi ada juga sukarelawan yang mau mempertaruhkan nyawa untuk tampil di arena amfiteater atau gelanggang terbuka.
Secara hukum, gladiator dianggap sebagai properti, bukan manusia. Mereka bisa melawan gladiator lain, para pelaku kriminal, atau bahkan hewan buas. Salah satu tempat gladiator bertarung yang paling terkenal adalah Colosseum di Roma, Italia.
Pertarungan gladiator memang telah banyak diketahui, namun bukti-bukti konkret dari para petarung yang melakukan pertarungan gladiator masih membingungkan. Namun, temuan dari para ilmuwan berikut mungkin menjawab semua kebingungan tersebut.
Baru-baru ini, para arkeolog di Inggris dan Irlandia menemukan temuan langka yakni sisa-sisa kerangka seorang gladiator dari Inggris pada masa Romawi.
Tulang-tulang itu tidak hanya membantu para ahli untuk lebih memahami kehidupan para petarung, namun juga mengungkap siapa yang mereka lawan untuk menghibur penonton.
Dan menurut sebuah penelitian ilmiah yang diterbitkan pada tanggal 23 April di jurnal PLOS One, kerangka itu menunjukkan bukti pertama pertarungan manusia-hewan di Eropa selama Kekaisaran Romawi.
Pertarungan gladiator mungkin memang terdokumentasi dengan baik, tetapi sisa-sisa fisik para petarung masih sulit dipahami.
Karena kurangnya bukti fisik ini, para ahli telah lama mengandalkan catatan sejarah, artefak, dan karya seni untuk mempelajari pertarungan gladiator. Bukti tekstual kontemporer menunjukkan bahwa selain manusia, pihak penyelenggara memaksa para petarung dan tahanan untuk menghadapi predator hewan besar.
Peristiwa yang dikenal sebagai "venationes" (perburuan binatang buas) mempertandingkan pemain manusia yang terlatih dan bersenjata melawan singa, babi hutan, beruang, gajah, dan hewan lainnya.
Sementara itu, pertarungan "damnatio ad bestios" difokuskan pada peragaan ulang cerita mitos yang melibatkan hewan liar, sering kali sebagai latar belakang untuk eksekusi publik.
Meskipun ada bukti tertulis dan peninggalan fisik seperti senjata dan baju zirah, kurangnya informasi forensik membuat hal ini menjadi tantangan tersendiri bagi para sejarawan dan arkeolog.
Baca Juga: Kisah Saudagar Romawi yang Pertama Kali Melakukan Ekpedisi ke Tiongkok
Penulis | : | Tatik Ariyani |
Editor | : | Ade S |
KOMENTAR