Nationalgeographic.co.id—Pertumbuhan setiap spesies ditentukan oleh faktor genetik dan faktor lingkungan. Pada sapi bali, faktor genetik itu tampaknya bisa terlihat pada pola warna kulitnya.
Sapi bali merupakan salah satu spesies sapi asli Indonesia yang memiliki adaptasi luar biasa terhadap kondisi lingkungan ekstrem. Namun, di balik kemampuan adaptifnya, terdapat fenomena menarik yang berkaitan dengan pola warna tubuhnya, khususnya pada sapi jantan dewasa.
Hal ini disampaikan Ikhsan Suhendro, peneliti Pusat Riset Zoologi Terapan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), dalam Sharing Session: Applied Zoology Commune Series #9 bertajuk “Implikasi Aberasi Pola Warna dari Sifat Dimorfisme Seksual Terhadap Pertumbuhan Sapi Bali Jantan”, pada akhir November lalu.
Menurut Ikhsan, sapi bali memiliki karakteristik unik dalam dimorfisme seksual yang terlihat jelas pada warna tubuh.
“Sapi betina umumnya berwarna cokelat kemerahan, sedangkan sapi jantan berubah menjadi hitam setelah mencapai kedewasaan seksual. Perubahan ini menjadi indikator penting dalam seleksi hewan,” ujarnya.
Namun, pada sebagian sapi bali jantan, ditemukan penyimpangan pola warna, meliputi albino (warna pucat/putih), injin (jantan berwarna seperti betina), dan poleng (spotted atau berbintik).
Penyimpangan pola warna atau aberasi ini, menurut Ikhsan, merupakan indikasi penyimpangan genetik yang dapat memengaruhi pertumbuhan tubuh sapi.
Ikhsan mengungkapkan bahwa pola warna tubuh sapi bali memiliki korelasi langsung dengan bobot badan dan efisiensi pertumbuhan.
“Sapi jantan dengan warna hitam penuh (full black) memiliki bobot badan lebih besar di usia 2 tahun, mencapai 260 kg, dibandingkan sapi jantan dengan warna cokelat, yang rata-rata berbobot 185 kg,” jelas Ikhsan seperti dikutip dari laman BRIN.
Selain itu, sapi full black juga menunjukkan tingkat pertumbuhan bobot harian sebesar 0,35 kg, lebih tinggi dibandingkan sapi dengan pola warna lainnya.
Baca Juga: Banyak Spesies Indonesia Terancam Punah: Bagaimana Cara Kita Menyelamatkannya?
Faktor genetik, terutama kadar hormon testosteron, diduga menjadi alasan di balik keunggulan pertumbuhan sapi full black.
“Testosteron berperan penting dalam peningkatan massa otot dan pengurangan jaringan lemak, yang membuat sapi ini lebih efisien dalam mengubah pakan menjadi daging,” tambah Ikhsan.
Keunggulan ini menunjukkan bahwa pola warna bukan sekadar dimorfisme seksual, melainkan juga penanda genetik penting yang berimplikasi besar dalam seleksi hewan.
Selanjutnya, Ikhsan menjelaskan bahwa sifat pertumbuhan pada sapi bali memiliki heritabilitas sekitar 55 persen. Ini berarti faktor genetik, termasuk pola warna tubuh, memainkan peran signifikan dalam menentukan kemampuan pertumbuhan sapi.
Selain itu, ukuran tubuh seperti lingkar dada, panjang badan, dan tinggi pundak sapi full black secara konsisten lebih besar dibandingkan sapi dengan pola warna lainnya.
“Pada usia dua tahun, variasi pola warna semakin jelas berkorelasi dengan dimensi tubuh yang lebih besar dan efisiensi pertumbuhan yang lebih baik,” ungkap Ikhsan.
Berdasarkan temuan ini, pemilihan sapi jantan dengan pola warna full black dapat digunakan sebagai indikator genetik untuk meningkatkan kualitas dan efisiensi produksi sapi bali.
Lebih lanjut Ikhsan memaparkan bahwa sapi dengan pola warna menyimpang, seperti albino atau bercorak, cenderung memiliki pertumbuhan yang lebih dipengaruhi oleh faktor lingkungan dibandingkan genetik. Oleh karena itu, sapi dengan aberasi pola warna sebaiknya tidak dijadikan prioritas dalam program pemuliaan.
Ikhsan menegaskan bahwa hasil penelitian ini memberikan manfaat besar bagi para pemulia dan peternak, khususnya dalam meningkatkan efisiensi produksi daging dan kualitas keturunan sapi bali. Dengan mempertimbangkan pola warna tubuh sebagai indikator genetik, pemulia dan peternak dapat lebih selektif dalam memilih indukan jantan yang unggul.
“Pola warna pada sapi bali bukan hanya dimorfisme seksual, tetapi juga penanda genetik yang penting dalam seleksi hewan. Pemulia hewan yang memahami hal ini dapat meningkatkan potensi sapi bali sebagai sumber daya unggul, sekaligus mempertahankan relevansinya di masa depan,” jelas Ikhsan.
Penelitian ini menjadi bukti bahwa pendekatan ilmiah dalam seleksi hewan dapat memberikan solusi praktis bagi industri pemuliaan. Dengan memanfaatkan pengetahuan tentang pola warna dan hubungannya dengan pertumbuhan, sapi bali dapat terus berkembang sebagai salah satu aset hewan unggulan Indonesia.
Source | : | Brin.go.id |
Penulis | : | Utomo Priyambodo |
Editor | : | Utomo Priyambodo |
KOMENTAR