Seiring berjalannya waktu, Tiberius mulai semakin bergantung pada nasihat Sejanus. Dianggap kejam dan ambisius, Sejanus bahkan mulai menganggap dirinya sebagai kaisar sejati.
Namun Sejanus melakukan kesalahan fatal. Putra Tiberius dari Vispania (Julius Caesar Drusus) menikah dengan seorang wanita bernama Livillia. Sejanus yang melihat Drusus sebagai saingan, mulai berselingkuh dengan istrinya. Akhirnya, hal ini menyebabkan kematian Drusus pada tahun 23 M karena diracun.
Atas desakan Livillia, Sejanus menceraikan istrinya dan meninggalkan anak-anaknya. Pasangan itu memohon kepada Tiberius pada tahun 25 M untuk izin menikah, tetapi Tiberius menolak permintaan tersebut. Pada saat ini Sejanus telah membangun Garda Praetorian menjadi pasukan yang cukup besar, yaitu 12.000 orang. Selanjutnya, ia memulai serangkaian pengadilan pengkhianatan untuk menyingkirkan kemungkinan adanya perlawanan. Banyak orang Romawi yang hidup dalam ketakutan.
Pada tahun 31 Masehi, tanpa izin, pasangan itu mengumumkan pertunangan mereka. Ibu Livilla, Antonia Minor, menulis surat kepada Kaisar Tiberius. Ia memberitahunya tentang niat mereka untuk membunuh Tiberius dan Caligula muda.
Tiberius bergegas ke Roma dan menghadap Senat. Sejanus dibujuk untuk datang ke Senat dengan alasan palsu dan dipaksa untuk menjawab tuduhan tersebut. Tanpa banyak perdebatan, ia dinyatakan bersalah dan dijatuhi hukuman mati. Sejanus dicekik dan dicabik-cabik oleh massa yang berkumpul, sementara jasadnya diserahkan kepada anjing-anjing. Putra-putranya dan para pengikutnya juga dieksekusi. Sedangkan Livilla dibiarkan mati kelaparan di bawah pengawasan ketat ibunya sendiri.
Pada tahun-tahun terakhir pemerintahannya, Tiberius menjadi semakin paranoid. Ia memberlakukan semakin banyak pengadilan atas pengkhianatan. Ia menjadi lebih penyendiri. Pada tahun 37 Masehi, Tiberius meninggal pada usia 77 tahun di Capri. Ada dugaan bahwa ia meninggal di tangan prefek Pengawal Praetorian, Naevius Sutorius Macro, dengan bantuan penerus Tiberius, Caligula.
Setelah mendengar kematiannya, orang-orang, menurut Suetonius, berteriak, “Ke Tiber bersama Tiberius!”
Cassius Dio berkata, “Demikianlah Tiberius, yang memiliki banyak sekali kebajikan dan banyak sekali kejahatan, meninggal dengan cara ini pada hari ke-26 bulan Maret.”
Tiberius yang enggan menjadi kaisar
Yang kita tahu adalah bahwa Tiberius tidak pernah ditakdirkan menjadi kaisar. Ia tidak memiliki hubungan darah dengan Julius Caesar. Dan ayahnya memilih pihak yang salah. Ia hanya menemukan dirinya berada dalam orbit kekuasaan Kekaisaran Romawi karena Augustus sangat menyukai ibunya.
Tiberius dibesarkan di rumah tangga Kekaisaran Romawi. Ia dilatih untuk menjadi salah satu jenderal dan negarawan terpenting di Romawi. Namun, ia tidak dipersiapkan untuk menjadi kaisar. Sepanjang masa pemerintahan Augustus, pilihan kaisar lama tersebut memperjelas bahwa Tiberius awalnya seharusnya berada di “pinggir lapangan”.
Tiberius pun menjadi pengasuh bagi pemuda dengan garis keturunan yang lebih baik dan kemudian menjadi pilihan terakhir. Bahkan ketika Tiberius akhirnya diangkat sebagai pewaris, ia harus mengorbankan putranya sendiri demi anggota keluarga Julio-Claudian yang lebih disukai.
Tidak sulit untuk membayangkan perlakuan ini membuat Tiberius haus kekuasaan dan bersedia melakukan apa pun untuk mendapatkannya. Tapi tampaknya hal itu justru berdampak sebaliknya. Ia tahu bahwa ia tidak ditakdirkan menjadi kaisar dan tampak pasrah dengan nasibnya. Ia menerima tantangan itu ketika tantangan itu diberikan kepadanya, tetapi ia tidak pernah menikmatinya.
Source | : | The Collector,World History Encyclopedia |
Penulis | : | Sysilia Tanhati |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR