Nationalgeographic.co.id—Sebuah pencapaian monumental telah terjadi dalam lanskap energi global.
Dalam laporan terbaru yang dirilis oleh lembaga thinktank iklim Ember, terungkap fakta mengejutkan bahwa pada tahun 2024, produksi listrik dari panel surya di Uni Eropa telah berhasil melampaui produksi listrik dari pembangkit listrik tenaga batu bara.
Ini menandai sebuah tonggak sejarah yang signifikan dalam transisi dunia menuju sumber energi yang lebih bersih dan berkelanjutan.
Selama tahun 2024, panel surya berkontribusi sebesar 11% terhadap total produksi listrik di Uni Eropa. Angka ini mungkin terkesan kecil, namun keberhasilannya dalam menyalip batubara, yang selama berabad-abad menjadi tulang punggung industri energi, adalah sebuah prestasi yang patut diacungi jempol.
Sebaliknya, kontribusi pembangkit listrik tenaga batu bara menyusut menjadi 10%, menunjukkan penurunan yang signifikan dalam ketergantungan benua biru terhadap sumber energi fosil yang kotor dan merusak lingkungan.
Tidak hanya itu, laporan tersebut juga menunjukkan tren penurunan yang terus berlanjut dalam penggunaan gas fosil sebagai sumber energi listrik. Selama lima tahun berturut-turut, peran gas fosil dalam bauran energi listrik Uni Eropa terus menyusut, dan pada tahun 2024, kontribusinya hanya mencapai 16%.
"Ini adalah tonggak sejarah," kata Beatrice Petrovich, salah satu penulis laporan tersebut, seperti dilansir laman The Guardian. "Batu bara adalah cara tertua untuk menghasilkan listrik, tetapi juga yang paling kotor. Energi matahari adalah bintang yang sedang naik daun."
Semakin kuatnya komitmen Eropa terhadap energi bersih
Perjalanan industrialisasi Eropa yang dahulunya sangat bergantung pada batu bara kini memasuki babak baru yang lebih hijau. Meskipun batu bara telah menjadi tulang punggung pertumbuhan industri selama berabad-abad, dampak buruknya terhadap lingkungan, terutama pemanasan global, tak dapat diabaikan.
Puncak penggunaan batu bara untuk pembangkit listrik di Uni Eropa terjadi pada tahun 2003, namun sejak saat itu terjadi penurunan drastis sebesar 68%.
Seiring dengan penurunan penggunaan batu bara, sumber energi bersih seperti angin dan matahari mengalami pertumbuhan pesat.
Baca Juga: Tragedi Lubang Bekas Tambang di Kalimantan
Pada tahun 2024, energi angin dan matahari telah berkontribusi sebesar 29% terhadap total pembangkit listrik di Uni Eropa. Bahkan, tenaga air dan nuklir yang sempat mengalami penurunan pada tahun 2022 juga menunjukkan tanda-tanda pemulihan.
Salah satu pencapaian paling menonjol adalah pertumbuhan pesat energi matahari. Jumlah panel surya baru yang dipasang mencapai rekor pada tahun 2024, meskipun intensitas sinar matahari yang diterima wilayah tersebut cenderung lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya. Fenomena ini menunjukkan bahwa komitmen Eropa terhadap energi bersih semakin kuat.
"Ini kabar baik bahwa peningkatan pembangunan tenaga surya benar-benar berdampak pada pengurangan pembakaran bahan bakar fosil," kata Jenny Chase, seorang analis tenaga surya di BloombergNEF, yang tidak terlibat dalam laporan tersebut.
Temuan ini didukung oleh data yang menunjukkan bahwa pangsa penggunaan batu bara menurun di 16 dari 17 negara anggota Uni Eropa yang masih mengandalkan sumber energi tersebut pada tahun 2024. Bahkan, di banyak negara, batu bara telah menjadi sumber energi yang marginal atau bahkan tidak lagi digunakan.
Jerman dan Polandia, dua negara yang sebelumnya sangat bergantung pada batu bara, telah berhasil mengurangi penggunaan bahan bakar fosil ini secara signifikan. Dalam kurun waktu satu tahun, pangsa batu bara dalam jaringan listrik Jerman menyusut sebesar 17%, sementara di Polandia penurunannya mencapai 8%.
Bukan hanya batu bara, penggunaan gas fosil di kawasan ini juga mengalami penurunan yang signifikan. Dari 26 negara yang mengandalkan gas sebagai sumber energi, sebanyak 14 negara berhasil mengurangi konsumsi gas fosil mereka.
Dipicu invasi Rusia ke Ukraina?
Tren penurunan ini terjadi meskipun permintaan listrik secara keseluruhan mengalami sedikit peningkatan akibat krisis energi yang dipicu oleh invasi Rusia ke Ukraina.
Sebagai respons terhadap krisis energi, Uni Eropa telah meluncurkan berbagai inisiatif, mulai dari kampanye hemat energi hingga upaya diversifikasi pasokan bahan bakar fosil. Namun, fokus utama tetap pada percepatan transisi ke energi bersih.
"Kebijakan dan pasar di Eropa telah memungkinkan energi terbarukan untuk menurunkan pangsa batu bara dan gas alam," kata Gregory Nemet, seorang peneliti energi di University of Wisconsin-Madison dan salah satu penulis laporan Panel Antarpemerintah tentang Perubahan Iklim.
"Angin dan matahari tumbuh di semua negara besar, tetapi batu bara terus tumbuh di China dan gas alam tumbuh di AS," tambahnya. "Eropa memanfaatkan sepenuhnya manfaat keterjangkauan, keamanan, dan udara bersih yang ditawarkan oleh energi terbarukan."
Baca Juga: Pesut Mahakam Hampir Punah, Belasan Ribu Warga Petisi Gubernur Kaltim
Laporan tersebut mengungkapkan bahwa Uni Eropa berada di jalur yang tepat untuk mencapai target ambisiusnya, yakni memiliki kapasitas terpasang tenaga surya sebesar 400 gigawatt (GW) pada tahun 2025.
Pada tahun 2024, kapasitas terpasang tenaga surya di Eropa telah mencapai 338 GW. Dengan laju pertumbuhan saat ini, Uni Eropa sangat berpotensi untuk mencapai target 750 GW pada tahun 2030.
Untuk memastikan keberlanjutan transisi energi, para peneliti menyarankan perlu adanya investasi lebih lanjut dalam teknologi penyimpanan energi seperti baterai, serta pengembangan sistem pintar yang dapat mengoptimalkan penggunaan energi terbarukan.
Dengan demikian, pasokan energi terbarukan yang fluktuatif dapat disinkronkan dengan permintaan listrik yang dinamis.
KOMENTAR