Nationalgeographic.co.id—Gurun dapat memiliki banyak bentuk—termasuk bukit pasir yang luas, ngarai berbatu, padang rumput sagebrush, dan padang es kutub. Namun, semuanya memiliki satu kesamaan: kurangnya curah hujan. “Secara umum, tempat mana pun yang mendapat kurang dari 25 sentimeter hujan per tahun dianggap sebagai gurun,” kata Lynn Fenstermaker. Fenstermaker adalah seorang ahli ekologi di Desert Research Institute di Reno, Nevada.
Tentu saja, kurangnya hujan tersebut berarti gurun menjadi kering. Namun, mengapa beberapa tempat di Bumi mendapat lebih sedikit hujan daripada yang lain? Dengan kata lain, mengapa gurun begitu kering?
Pola sirkulasi udara global adalah alasan terbesar, jelas Fenstermaker. Energi matahari menghantam Bumi paling langsung di ekuator, memanaskan udara, dan menguapkan kelembapan darinya. Udara yang hangat dan kering itu naik dan bergerak menuju kutub. Udara tersebut cenderung turun lagi di sekitar garis lintang 30 derajat, Fenstermaker menjelaskan.
Pola sirkulasi tersebut disebut sel Hadley dan menggerakkan angin pasat. Pola tersebut memicu penjelajahan awal dunia oleh para penjelajah laut. Oleh karena itu, banyak gurun terbesar di dunia berada di garis lintang tengah ini. Seperti Sahara dan Gobi di Belahan Bumi Utara, dan Kalahari di Belahan Bumi Selatan.
Namun, ceritanya lebih rumit dari itu. Pola angin berinteraksi dengan topografi untuk memengaruhi lokasi gurun. Misalnya, udara yang bertiup dari laut dan menghantam pegunungan melepaskan kelembapannya sebagai hujan atau salju ke lereng saat udara naik. Namun, saat udara melintasi pegunungan dan turun di sisi lain, udara sudah kering. “Di California, misalnya, Gurun Mojave berada di bawah bayang-bayang hujan Sierra Nevada,” imbuh Fenstermaker.
Terkadang, daerah pedalaman lebih kering karena letaknya sangat jauh dari perairan yang luas. “Hal ini membuat udara yang bertiup telah kehilangan semua kelembapannya saat tiba,” kata Andreas Prein. Prein adalah seorang ilmuwan atmosfer di the National Center for Atmospheric Research di Boulder, Colorado. Hal ini terjadi di Gurun Gobi di Asia Tengah, yang juga terlindungi oleh Pegunungan Himalaya.
Di sisi lain, pesisir tidak selalu berarti basah. Arus laut yang dingin bertabrakan dengan udara yang bergerak ke pantai dapat menciptakan kabut. Saat kabut itu bergerak di atas daratan, kelembapan tetap berada di udara alih-alih jatuh sebagai hujan. Hal ini dapat menciptakan gurun yang berbatasan dengan lautan, seperti Atacama di Chili, salah satu tempat terkering di Bumi.
Tidak semua gurun panas; sebagian Arktika dan Antarktika termasuk gurun. “Udara dingin tidak dapat menahan kelembapan sebaik udara hangat,” Prein menambahkan. Jadi, suhu dingin di kutub menyebabkan curah hujan yang sangat sedikit, meskipun banyak air yang tersimpan di dalam tanah sebagai es.
Seiring dengan perubahan pola iklim global, gurun pun ikut berubah. Misalnya, ribuan tahun lalu, Sahara ditutupi padang rumput dan hutan tropis. Kini, perubahan iklim mengubah batas-batas gurun di seluruh dunia.
“Sel Hadley diperkirakan akan menyebar ke utara dan selatan karena perubahan iklim,” menurut Prein. Hal tersebut memperluas zona yang siap untuk pembentukan gurun. Suhu yang lebih hangat dapat mempercepat perubahan tersebut dengan meningkatkan penguapan air dan semakin mengeringkan udara. Selain curah hujan, keseimbangan presipitasi dan penguapanlah yang menentukan gurun, imbuh Prein.
“Secara global, dengan pemanasan, yang kami antisipasi adalah akan terjadi lebih banyak penguapan. Serta perluasan wilayah gurun yang ada,” catat Fenstermaker.
Baca Juga: Gurun Luas di Arab Saudi Dulunya Adalah Surga yang Hijau dan Subur
Tekanan manusia terhadap lanskap juga turut berkontribusi. Menebang pohon untuk menanam tanaman menghilangkan vegetasi asli. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa penggundulan hutan di daerah tropis mengurangi presipitasi. Jika lebih banyak air menguap alih-alih tertahan di tanah oleh tanaman, lingkaran umpan balik mendorong lanskap semakin kering. Daerah semikering di pinggiran gurun yang ada sangat rentan.
“Seringkali faktor-faktor yang saling terkait membantu gurun tumbuh,” kata Prein. “Bukan hanya aktivitas manusia, atau perubahan iklim, atau variabilitas iklim alami. Namun semua hal yang saling terkait yang membawa ekosistem melewati titik kritis.”
--
Pengetahuan tak terbatas kini lebih dekat! Dapatkan berita dan artikel pilihan tentang sejarah, sains, alam, dan lingkungan dari National Geographic Indonesia melalui WhatsApp Channel di https://shorturl.at/IbZ5i dan Google News: https://shorturl.at/xtDSd. Jadilah bagian dari komunitas yang selalu haus akan ilmu dan informasi!
Source | : | Live Science |
Penulis | : | Sysilia Tanhati |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR