Nationalgeographic.co.id—Kamis itu, tanggal 20 Maret, petugas Balai Karantina Hewan, Ikan dan Tumbuhan Sulawesi Utara (Karantina Sulut) di bawah Badan Karantina Indonesia (Barantin) berhasil mengungkap sebuah upaya penyelundupan satwa liar ilegal yang berasal dari negeri tirai bambu, Tiongkok.
Bukan hanya satu atau dua jenis, melainkan beragam komoditas satwa liar yang coba diselundupkan, seolah menunjukkan betapa menggiurkannya bisnis haram ini.
Bayangkan saja, dalam satu kali operasi penggagalan, petugas menemukan 20 buah empedu sapi, 12 buah taring harimau yang gagah, dan yang paling mencengangkan, 13 buah cula badak utuh beserta 4 paket yang berisi bagian-bagian cula badak.
Jumlah yang fantastis ini seketika menyentak kesadaran kita akan ancaman serius terhadap kelestarian satwa liar, khususnya badak yang populasinya di dunia semakin menipis.
“Pemasukan satwa liar berhasil digagalkan karena tidak dilengkapi dokumen yang dipersyaratkan karantina berupa surat kesehatan dari negara asal dan juga tidak dilaporkan ke petugas karantina,” ungkap Kepala Karantina Sulut, I Wayan Kertanegara, dalam siaran pers Badan Karantina Indonesia.
Lebih lanjut, Wayan menjelaskan bahwa temuan ini bermula dari hasil tangkapan pihak Bea Cukai Manado yang kemudian menyerahkan barang bukti mencurigakan ini kepada Karantina Sulut untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut.
Fakta bahwa satwa liar ini tidak hanya tidak memiliki surat kesehatan, tetapi juga tidak memiliki izin edar dari Tiongkok, semakin memperkuat dugaan adanya jaringan perdagangan satwa liar ilegal antarnegara yang memanfaatkan Sulawesi Utara sebagai salah satu jalur operasinya.
Tim Penegakan Hukum (Gakkum) Karantina Sulut pun segera bergerak cepat melakukan investigasi mendalam untuk melacak para pelaku di balik aksi penyelundupan yang meresahkan ini.
Mengapa upaya penyelundupan ini begitu gigih dilakukan, khususnya terhadap belasan cula badak yang berhasil diamankan? Apa sebenarnya yang membuat cula badak menjadi komoditas yang begitu bernilai di pasar gelap, hingga para pelaku rela menembus batas negara dan mengabaikan hukum demi keuntungan semata?
Padahal, seperti yang kita ketahui, cula badak hanyalah keratin, zat yang sama dengan pembentuk kuku dan rambut kita. Namun, di balik kesederhanaan materi pembentuknya, tersimpan sebuah cerita panjang tentang kepercayaan tradisional, status sosial, dan ironi perburuan yang mengancam keberlangsungan hidup spesies badak di seluruh dunia.
Baca Juga: Apakah Gladiator Romawi Bertarung Lawan Badak seperti di Gladiator II?
KOMENTAR