Nationalgeographic.co.id—Pentingnya sinergi dari berbagai pihak serta kebutuhan akan skema pendanaan berkelanjutan untuk pelestarian mangrove menjadi pokok bahasan sentral dalam Lokakarya Mangrove Breakthrough, sebuah acara yang diselenggarakan di Jakarta pada tanggal 16 hingga 17 April 2025.
Lokakarya dua hari tersebut berhasil mempertemukan lebih dari 100 delegasi, termasuk 40 perwakilan dari pemerintah, menunjukkan tingkat partisipasi yang signifikan dari berbagai sektor yang memiliki kepentingan dalam keberlanjutan ekosistem pesisir.
Pertemuan penting ini merupakan gagasan dari Global Mangrove Alliance (GMA) Indonesia Chapter, sebuah koalisi yang anggotanya mencakup Wetlands International Indonesia, Yayasan Konservasi Alam Nusantara (YKAN), Konservasi Indonesia (KI), dan WWF Indonesia, menunjukkan kolaborasi kuat antar organisasi.
Lokakarya ini mengangkat tema spesifik, yaitu “Memotivasi Terobosan Mangrove di Indonesia: Panduan Bersama untuk Kemitraan dan Peningkatan Pendanaan”, menekankan fokus pada aksi nyata dan mobilisasi sumber daya.
Dalam konteks global dan nasional, inisiatif Mangrove Breakthrough hadir sebagai upaya strategis.
Menurut Direktur Eksekutif Mangrove Breakthrough, Ignace Beguin Billecocq, inisiatif ini memiliki tujuan yang jelas: "Mangrove Breakthrough merupakan inisiatif global untuk mempercepat kolaborasi dan menyiapkan kondisi untuk investasi skala besar pada ekosistem mangrove. Inisiatif ini bekerja sama dengan perwakilan pemerintah dan pemangku kepentingan di Indonesia. Kami terus maju menuju tujuan ambisius kolektif kami."
Pernyataannya ini menggarisbawahi komitmen untuk mencapai target konservasi mangrove secara global melalui pendekatan yang terkoordinasi.
Perlindungan ekosistem mangrove memiliki relevansi krusial bagi Indonesia, mengingat statusnya sebagai pemilik ekosistem mangrove terbesar di dunia. Data dari Kementerian Kehutanan tahun 2025 menunjukkan luasannya mencapai 3,44 juta hektare.
Luasan ini tidak hanya mencakup 23% dari total mangrove dunia, tetapi juga memiliki kapasitas luar biasa dalam menyimpan karbon, berkontribusi hingga sepertiga dari seluruh karbon yang tersimpan dalam ekosistem pesisir di seluruh planet. Lebih lanjut, fakta bahwa 60 persen penduduk Indonesia tinggal di daerah pesisir dan sangat bergantung pada ekosistem ini mempertegas urgensi upaya pelestariannya.
Deputi Bidang Koordinasi Keterjangkauan dan Keamanan Pangan Kementerian Koordinator Bidang Pangan, Nani Hendiarti, dalam sambutan tertulis yang disampaikan oleh Asisten Deputi Produksi Pangan dan Perubahan Iklim Kementerian Koordinator Bidang Pangan, Fajar Nuradi, menekankan betapa vitalnya peran ekosistem ini.
Baca Juga: 10 Tahun YKAN: Dorong Kolaborasi dalam Konservasi demi Indonesia Lestari
KOMENTAR