“Spesimen ini sangat menarik,” kata Natalia Jagielska, paleontolog dari Lyme Regis Museum di Dorset, Inggris. “Saya senang akhirnya spesimen ini dijelaskan secara rinci, bukan hanya disebutkan sekilas.”
Salah satu aspek paling menarik dari fosil ini terletak pada bentuk giginya. Menurut Hone, R. muensteri berukuran kecil memiliki gigi yang saling mengunci, menyerupai jarum dengan penampang bulat. Namun, spesimen raksasa ini menunjukkan gigi yang jauh lebih lebar dan pipih. Hone berpendapat bahwa bentuk gigi yang gepeng, ditambah dengan tubuh yang besar, mengindikasikan bahwa hewan ini mengonsumsi jenis makanan yang berbeda dibandingkan kerabatnya yang lebih kecil.
Versi kecil dari pterosaurus ini memakan udang kecil dan ikan, ujar Hone. Sedangkan untuk individu dewasa yang jauh lebih besar, makanan sekecil itu “hanya akan lolos di antara giginya.”
Kemungkinan besar, makanan utamanya adalah mangsa darat seperti kadal atau mamalia kecil. Karena itu, R. muensteri yang lebih besar mungkin juga menghabiskan lebih sedikit waktu di wilayah pesisir, dan lebih sering menjelajah ke daratan, menyusuri aliran sungai dan muara.
Menurut Hone, perbedaan relung ekologi berdasarkan usia seperti ini kemungkinan besar tak bisa dihindari oleh hewan seperti pterosaurus dan dinosaurus, karena mereka menetas dalam ukuran yang sangat kecil dan diyakini terus tumbuh sepanjang hidupnya.
“Setiap tahap kehidupan adalah makhluk yang sedikit berbeda,” kata Jagielska.
Dave Unwin, seorang paleontolog dari University of Leicester, Inggris, tidak sependapat dengan gagasan bahwa individu yang lebih tua dan lebih besar mungkin mengubah pola makan atau habitatnya. Anatomi pterosaurus tersebut, katanya, “sama sekali tidak cocok” untuk mencari makan di lingkungan darat, dan perbedaan pada kerangka dan gigi pterosaurus besar itu lebih mungkin dijelaskan sebagai konsekuensi dari tubuh yang lebih berat seiring bertambahnya ukuran.
Bagaimanapun juga, studi semacam ini bisa membantu peneliti memahami lebih baik bagaimana pterosaurus tumbuh sepanjang hidup mereka, kata Rudah Duque, seorang paleontolog dari Universitas Federal Pernambuco di Recife, Brasil.
“Selama bertahun-tahun, banyak spesies [pterosaurus] telah dideskripsikan—kadang tanpa kriteria yang memadai—karena bahan perbandingan yang sedikit, sehingga menghasilkan banyak taksa yang sebenarnya mewakili individu dari spesies yang sama, namun dalam usia atau jenis kelamin yang berbeda,” kata Duque. Temuan baru dari berbagai tahap kehidupan telah meningkatkan pemahaman peneliti terhadap biologi pterosaurus secara umum, tambahnya. “Namun, masih banyak yang harus kita ungkap.”
Dengan semakin banyak bukti dari berbagai tahap kehidupan Rhamphorhynchus, para ilmuwan kini dapat meninjau ulang anggapan lama tentang keanekaragaman spesies pterosaurus. Spesimen yang sebelumnya dianggap sebagai spesies berbeda ternyata bisa jadi hanyalah individu dewasa dengan karakteristik morfologis yang berubah secara bertahap seiring usia.
Temuan ini tidak hanya memperkaya pemahaman kita tentang pertumbuhan dan perubahan fisik pterosaurus, tetapi juga menyoroti pentingnya kehati-hatian dalam mengklasifikasikan fosil berdasarkan ukuran atau bentuk semata. Di balik setiap perbedaan mencolok, bisa jadi tersembunyi satu kisah evolusi yang panjang dalam tubuh seekor makhluk purba yang terus tumbuh dan beradaptasi sepanjang hidupnya.
---
Pengetahuan tak terbatas kini lebih dekat. Simak ragam ulasan jurnalistik seputar sejarah, sains, alam, dan lingkungan dari National Geographic Indonesia melalui pranala WhatsApp Channel https://shorturl.at/IbZ5i dan Google News https://shorturl.at/xtDSd. Ketika arus informasi begitu cepat, jadilah bagian dari komunitas yang haus akan pengetahuan mendalam dan akurat.
Source | : | PeerJ,Science News |
Penulis | : | Lastboy Tahara Sinaga |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR