Nationalgeographic.co.id—Pada Maret 2014, Paus Fransiskus pergi untuk mengaku dosa di Basilika Santo Petrus. Setahun lebih sedikit setelah pemilihannya, ia memimpin sebuah pengakuan dosa.
Pengakuan dosa tersebut diselenggarakan untuk mendorong umat Katolik di seluruh dunia untuk memenuhi kewajiban mereka untuk mengakui dosa-dosa mereka sebelum Paskah.
Para pastor ditempatkan di bilik-bilik pengakuan dosa yang telah disusun di sekitar basilika. Rencananya Paus akan menerima pengakuan dosa dari para umat. Namun Paus Fransiskus justru melepaskan diri dari orang yang mengawalnya ke biliknya.
Ia melangkah ke bilik yang lain, di mana ia berlutut, membuat tanda salib. Sambil berbicara pelan kepada pastor yang menerima pengakuan, tindakannya itu mengejutkan para umat yang ada di sana. Mereka mengharapkan Paus Fransiskus untuk mengampuni dosa-dosa orang lain dan bukan mengakui dosanya sendiri.
Memimpin dengan memberikan contoh nyata
Jika dipikir-pikir kembali, maksudnya tampak jelas. Paus Fransiskus memimpin dengan memberi contoh. Ia memasuki ritual alih-alih menempatkan dirinya di atas dosa-dosa itu.
“Namun, tindakan itu sendiri tidak terduga,” tulis Paul Elie di laman The New Yorker.
Tidak ada ingatan tentang Paus baru-baru ini yang mengaku dosa di depan umum. Bukan Paus Yohanes Paulus II, yang memimpin “Hari Pengampunan” di Basilika Santo Petrus, pada 2000. Dan bukan juga Paus Benediktus XVI, yang menyatakan keprihatinan atas berkurangnya praktik pengakuan dosa yang rutin, setelah Konsili Vatikan Kedua.
Namun ada seorang Paus, yang berlutut, seorang pendosa yang memohon belas kasihan, sama seperti orang-orang yang dilayaninya. Dan ia adalah Paus Fransiskus.
Pada 13 Maret 2023, Fransiskus merayakan ulang tahunnya yang ke-10 sebagai Paus. Dan tindakan seperti yang dituliskan di atas telah menjadi ciri khas masa jabatannya. Paus Yohanes Paulus II mengubah profil kepausan melalui perjalanannya keliling dunia. Sama seperti pendahulunya, Paus Fransiskus pun melakukannya melalui spontanitas dan keterusterangannya.
Harus diakui, Paus Fransiskus kerap membuat para tradisionalis mengernyitkan kening. Sang Paus menunjukkan bahwa Gereja Katolik adalah sebuah lembaga yang pemimpinnya dapat menghadapi pertanyaan-pertanyaan yang belum terselesaikan secara terbuka. Alih-alih mengabaikannya sebagai sesuatu yang tidak dapat dijawab.
Baca Juga: Siapa Para Pemimpin Gereja Katolik Timur yang Memberkati Peti Jenazah Paus Fransiskus?
Menjadi yang pertama dalam banyak hal
Kepausan Fransiskus ditandai sebagai sesuatu yang mengejutkan sejak awal. Pada bulan Februari 2013, Paus Benediktus mengundurkan diri. Ia menjadi Paus pertama yang mengundurkan diri dalam hampir enam ratus tahun.
Jorge Mario Bergoglio, dari Buenos Aires, Argentina, terpilih bulan berikutnya. Ia menjadi Paus pertama dari Ordo Serikat Yesus, Paus pertama dari Benua Amerika, dan Paus pertama yang memakai nama Fransiskus. Nama kepausannya diadopsi dari Santo Fransiskus dari Assisi, santo Italia abad pertengahan yang dikenal karena “kemiskinan suci”.
Setelah Paus Fransiskus memangku jabatan, ia tinggal di wisma tamu Vatikan alih-alih Istana Apostolik. Paus memilih untuk ke acara-acara kepausan dengan menggunakan mobil Fiat alih-alih Mercedes-Benz.
Paus Fransiskus juga merupakan Paus pertama dalam sejarah yang mengunjungi Irak meski ia mendapatkan ancaman pembunuhan dari ISIS. Paus Fransiskus sangat terpengaruh oleh kebrutalan ISIS, khususnya selama kunjungan bersejarahnya ke Irak tahun 2021. Ia mengunjungi daerah-daerah yang dihancurkan oleh kelompok tersebut, termasuk Mosul, yang dulunya merupakan benteng pertahanannya, dan mengutuk kekerasan tersebut.
Selama kunjungannya di Irak, Paus Fransiskus menyerukan pengampunan dan persatuan di antara berbagai kelompok agama dan etnis di wilayah tersebut. Ia mendesak mereka untuk mengatasi perpecahan sektarian yang dieksploitasi ISIS.
Paus Fransiskus juga menjadi Paus pertama yang mengunjungi beberapa negara lainnya. Seperti Myanmar (2017), Uni Emirat Arab (2019), Makedonia Utara (2019), serta Bahrain (2022).
Ingin lebih dekat dengan umatnya, ia pun menjadi Paus pertama yang memiliki akun Instagram.
Menyebarkan sukacita pada orang-orang di sekitarnya
Ia membawa sukacita apa pun kepada para hadirin di luar Basilika Santo Petrus. Hubungannya dengan publik menunjukkan bahwa ia telah berubah karena pemilihannya menjadi seorang Paus. Oleh banyak orang Argentina, Jorge Mario Bergoglio sebelumnya dikenal sebagai orang yang muram dan berhati-hati. Namun bagaimana ia bisa dipenuhi dengan apa yang ia sebut “sukacita Injil.”
Sejak terpilih menjadi Paus, Fransiskus telah membuat hal-hal yang tidak terduga tampak jelas berulang kali. Dalam audiensi rutin, ia masuk ke tengah kerumunan di luar Basilika Santo Petrus. Paus Fransiskus mengejutkan banyak orang dengan memeluk seorang pria yang sakitnya telah merusak wajahnya. Paus Fransiskus mengunjungi kamp untuk para migran dan pengungsi di Pulau Lesbos. Ia bahkan membawa beberapa pengungsi kembali dengan pesawat kepausan untuk menetap di Italia.
Dalam satu kunjungan, Paus Fransiskus pergi ke sebuah masjid di Republik Afrika Tengah di tengah perang saudara yang dipicu oleh pertikaian Kristen-Muslim.
Melakukan hal-hal yang tidak konvensional
Francis juga telah membawa bakatnya untuk hal-hal yang tidak konvensional ke dalam tugas sehari-hari di Vatikan. Ia mengumpulkan dewan kardinal penasihat, dengan menegaskan bahwa ia akan berkonsultasi dengan orang lain; serta berupaya untuk merampingkan administrasi Vatikan, yang disebut Kuria Roma.
Paus Fransiskus bahkan mengangkat seorang perempuan, Suster Nathalie Becquart, ke peran kunci di Dikasteri untuk Para Uskup. Jabatan itu merupakan salah satu jabatan kuria yang paling berpengaruh. Ini bukanlah langkah besar. Namun merupakan langkah-langkah yang melampaui langkah-langkah yang telah diambil oleh kedua pendahulunya selama 34 tahun masa jabatan mereka.
Pada saat yang sama, Fransiskus dengan sengaja mengarahkan kepausan ke luar: mengabdikan surat ensiklik keduanya, Laudato si. Surat ensikliknya ditujukan untuk mengatasi keadaan darurat iklim.
“Siapa saya untuk menghakiminya?”
Paus Fransiskus terkenal karena kemampuannya untuk berbicara santai kepada siapa saja. Termasuk kepada pers. Hal ini mungkin jarang dilakukan oleh tokoh publik mana pun.
Pada bulan Juli 2013, ia melakukan konferensi pers pertamanya di atas pesawat kepausan. Saat itu, Paus Fransiskus dengan ramah menjawab pertanyaan wartawan tentang dugaan “kelompok gay”.
”Jika seseorang gay dan sedang mencari Tuhan serta memiliki niat baik, lalu siapakah saya untuk menghakiminya?”
Namun, citra Paus Fransiskus sebagai “Paus rakyat” menimbulkan pertentangan di kalangan tradisionalis Katolik. Kaum tradisionalis menghargai Paus Yohanes Paulus II karena popularitasnya.
Ketika memasuki usia 86 tahun, Paus Fransiskus mengatakan bahwa ia tidak berencana untuk mengundurkan diri. Kecuali jika ia tidak lagi mampu menjalankan tugasnya. Hal ini dibuktikannya dengan pemberian berkat Urbi et Orbi di hari Paskah, sehari sebelum ia wafat di usia 88 tahun.
Lebih dari satu dekade menjabat, Paus Fransiskus membawa banyak perubahan dalam Gereja Katolik. Perubahan tersebut diharapkan oleh banyak orang, namun tidak sedikit yang menentangnya.
Selama satu dekade, Paus Fransiskus pun dengan jujur mengakui bahwa Gereja adalah lembaga yang tidak dapat diprediksi—lembaga yang dinamis.
Paus Fransiskus mungkin tidak mencapai semua yang diharapkannya. Tetapi ia adalah seorang pemimpin yang karismanya dan keinginannya untuk terhubung dengan orang lain akan dikenang lama.
Paus Fransiskus mungkin mendapatkan banyak pertentangan serta kritik. Di sisi lain, ia berhasil memberi harapan baru bagi orang yang tidak banyak berharap pada Gereja.
---
Pengetahuan tak terbatas kini lebih dekat. Simak ragam ulasan jurnalistik seputar sejarah, sains, alam, dan lingkungan dari National Geographic Indonesia melalui pranala WhatsApp Channel https://shorturl.at/IbZ5i dan Google News https://shorturl.at/xtDSd. Ketika arus informasi begitu cepat, jadilah bagian dari komunitas yang haus akan pengetahuan mendalam dan akurat.
Source | : | The New Yorker |
Penulis | : | Sysilia Tanhati |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR