Nationalgeographic.co.id—Bayangkan jika dunia yang kita lihat sehari-hari hanya sebagian kecil dari seluruh spektrum warna yang sebenarnya ada. Itu bagaikan seseorang yang hidup dalam dunia hitam putih lalu tiba-tiba diperlihatkan warna merah—begitulah kira-kira gambaran penemuan luar biasa ini.
Sekelompok ilmuwan kini berhasil mengintip warna-warna yang sebelumnya tersembunyi dari mata manusia, membuka kemungkinan pengalaman visual yang belum pernah kita bayangkan.
Untuk pertama kalinya, manusia mungkin telah melihat kilasan pelangi dalam spektrum yang selama ini berada di luar jangkauan indera penglihatan kita—termasuk warna “biru-hijau dengan kejenuhan yang belum pernah ada sebelumnya.”
Warna tersebut tak pernah terlihat oleh Anda karena memang tidak bisa. Ia berada di wilayah spektrum yang tak terjangkau oleh mata manusia.
Kini, keterbatasan itu mulai dilampaui. Para peneliti dari University of California, Berkeley, dan University of Washington mengklaim telah menemukan cara untuk "membajak" retina dan secara artifisial memperluas rentang warna alami yang dapat dilihat oleh manusia.
Kajian James Fong dan timnya itu berjudul “Novel color via stimulation of individual photoreceptors at population scale” yang terbit pada April 2025 di Science Advances. Seperti Dorothy dalam The Wizard of Oz, tim ini percaya bahwa mereka dapat membuka mata kita terhadap dunia warna yang benar-benar baru.
Bukti mereka terletak pada sebuah prototipe yang mereka sebut "Oz" — alat ini dapat mengubah cara sinyal warna diteruskan dari satu sel mata ke sel lainnya dan akhirnya ke otak. Pola aktivasi ini mustahil terjadi dalam kondisi penglihatan alami, jelas para peneliti.
Prototipe ini bekerja dengan memancarkan cahaya laser berwarna monokromatik (biasanya tampak sebagai hijau) ke sel kerucut penangkap warna secara individu. Biasanya, setiap warna yang kita lihat akan menstimulasi banyak sel kerucut di retina kita (yang jumlahnya lebih dari enam juta).
Dilansir laman Science Alert, manusia umumnya adalah trikomata, artinya kita memiliki tiga jenis sel kerucut — masing-masing peka terhadap panjang gelombang cahaya panjang, menengah, dan pendek (L, M, S) dalam spektrum cahaya tampak.
Sel L paling peka terhadap merah, sel M terhadap hijau, dan sel S terhadap biru. Ketika sinyal dari ketiganya bertemu dan bergabung dalam perjalanan menuju otak, mereka membentuk spektrum warna yang kita kenal.
Seperti yang terlihat pada grafik sensitivitas, fungsi sensitivitas kerucut M (hijau) tumpang tindih sepenuhnya dengan kerucut merah dan biru. Artinya, tidak ada panjang gelombang cahaya alami yang hanya menstimulasi kerucut M saja.
Baca Juga: Apakah Mata Manusia Bisa Terbakar Matahari seperti Kulit?
Prototipe Oz mengatasi batasan ini dengan menembakkan laser langsung hanya ke sel kerucut M. Secara teoritis, ini menciptakan sinyal warna ke otak yang tidak dikenali sebelumnya.
Dalam percobaan untuk menguji gagasan ini, tiga partisipan memandang latar belakang abu-abu netral saat cahaya laser hijau dipancarkan ke retina mereka. Seperti yang diperkirakan, sinyal warna dari kelompok kecil sel M yang ditargetkan itu tidak dipersepsikan otak sebagai warna yang dikenal.
Partisipan tidak bisa mencocokkan warna yang mereka lihat meskipun diberikan cahaya merah, hijau, dan biru untuk dicampur. Mereka harus menambahkan banyak cahaya putih untuk mengurangi kejenuhan warna itu.
Tim peneliti yang dipimpin oleh insinyur elektro James Fong dari Berkeley menamai warna baru yang dilihat partisipan itu sebagai “olo”, dan warna serupa yang paling mendekati terlihat dalam kotak “match” di gambar eksperimen.
Selanjutnya, Fong dan timnya meminta partisipan untuk melihat titik bergerak sambil hanya menargetkan sebagian sel kerucut menggunakan mikro-dosis dari prototipe Oz.
Dengan cara ini, mereka mengklaim partisipan dapat melihat “berbagai warna pelangi, warna-warna yang belum pernah ada dalam spektrum alami manusia, dan citra seperti garis merah terang atau titik-titik berputar di atas latar belakang olo.”
Artinya, jika spektrum warna baru tersebut benar-benar ada, secara teori warna-warna itu bisa direpresentasikan melalui video atau gambar.
Meskipun Fong dan timnya menyatakan bahwa temuan ini merupakan “bukti yang tak terbantahkan” mengenai adanya warna baru, pakar penglihatan dari University of London, John Barbur — yang tidak terlibat dalam penelitian tersebut — mengatakan kepada BBC bahwa klaim ini “masih bisa diperdebatkan.”
John Barbur mengakui bahwa kemampuan menargetkan sejumlah kecil sel kerucut adalah “prestasi teknologi,” tetapi ia juga menunjukkan bahwa hal ini bisa saja hanya memengaruhi kecerahan warna yang sudah dikenal, bukan menciptakan warna yang benar-benar baru.
Seperti halnya dengan prototipe lainnya, tentu ada keterbatasan. Warna-warna yang dirasakan oleh partisipan menggunakan metode Oz ini muncul di pinggiran penglihatan mereka, sedikit di luar titik fokus utama.
Hal ini karena sel kerucut di area perifer retina tidak sepadat di tengah dan lebih mudah untuk ditargetkan. Namun, sel-sel ini umumnya memiliki ketajaman rendah, sehingga gambarnya tidak terlalu jelas.
Tim berharap dapat terus mengembangkan prototipe Oz ini, dengan tujuan tidak hanya menjelajahi sistem visual hingga ke tingkat sel, tetapi juga mungkin untuk mengobati mereka yang mengalami buta warna.
“Oz merupakan kelas baru dari platform eksperimental untuk ilmu penglihatan dan ilmu saraf, yang bertujuan mengendalikan secara penuh lapisan saraf pertama menuju otak, dengan kemampuan memprogram aktivasi setiap fotoreseptor di setiap titik waktu,” tulis Fong dan koleganya.
“Prototipe kami adalah kemajuan menuju kendali saraf jenis ini, dan kami menunjukkan kemampuannya dalam menyampaikan mikro-dosis secara akurat ke sel kerucut yang ditargetkan,” pungkasnya.
Penemuan ini mengundang kita untuk membayangkan ulang batas-batas persepsi manusia—dan mungkin, suatu hari nanti, melebarkannya. Dengan "membajak" retina dan mengakses cara kerja sistem visual secara langsung, prototipe Oz membuka kemungkinan yang bukan hanya penting bagi dunia sains, tetapi juga bagi dunia seni, teknologi, dan kesehatan.
Apakah warna-warna baru ini akan menjadi bagian dari realitas visual kita di masa depan atau tetap menjadi ilusi laboratorium, satu hal jelas: kita baru saja membuka pintu ke babak baru dalam memahami bagaimana manusia melihat dunia.
---
Pengetahuan tak terbatas kini lebih dekat. Simak ragam ulasan jurnalistik seputar sejarah, sains, alam, dan lingkungan dari National Geographic Indonesia melalui pranala WhatsApp Channel https://shorturl.at/IbZ5i dan Google News https://shorturl.at/xtDSd. Ketika arus informasi begitu cepat, jadilah bagian dari komunitas yang haus akan pengetahuan mendalam dan akurat.
Source | : | Science Alert,Science Advances |
Penulis | : | Lastboy Tahara Sinaga |
Editor | : | Utomo Priyambodo |
KOMENTAR