Potensi gangguan terhadap navigasi satelit
Pergeseran sumbu rotasi Bumi ini dapat mengacaukan sistem navigasi satelit dan wahana antariksa. Menurut Kiani Shahvandi, para ilmuwan menggunakan sumbu rotasi Bumi sebagai acuan dalam memetakan posisi pesawat luar angkasa. Jika sumbu ini bergeser dari waktu ke waktu, maka akan semakin sulit menentukan lokasi yang tepat.
Langkah selanjutnya, kata Kiani Shahvandi, adalah menganalisis data paleoklimat untuk mengetahui seberapa besar pergeseran kutub yang pernah terjadi selama jutaan tahun akibat perubahan iklim alami.
Hal ini dapat membantu mengungkap sejauh mana dampak perubahan iklim yang disebabkan oleh manusia terhadap pergerakan kutub Bumi.
Perubahan poros Bumi
Sementara itu, penelitian sebelumnya telah mengungkap bahwa perubahan iklim telah memengaruhi posisi kutub Bumi setidaknya sejak tahun 1990-an.
Putaran Bumi pada porosnya sebagian ditentukan oleh distribusi massa di seluruh permukaan planet, mirip seperti putaran sebuah gasing yang dipengaruhi oleh bentuk dan keseimbangannya.
Data satelit sejak tahun 2002 telah menunjukkan bahwa perubahan iklim mengganggu distribusi massa ini, terutama karena mencairnya gletser dan lapisan es yang menyebabkan Kutub Utara dan Selatan mengalami pergeseran.
Para ilmuwan sebenarnya sudah mengamati pergeseran kutub sejak dekade 1990-an, namun saat itu belum ada data satelit yang secara langsung merekam distribusi air di seluruh dunia, sehingga penyebab pastinya sulit dipastikan.
Kini, para peneliti membandingkan berbagai kemungkinan skenario distribusi total air di planet ini dan menemukan bahwa penjelasan paling masuk akal atas pergeseran kutub di era 1990-an adalah perubahan iklim yang disebabkan oleh manusia.
Pencairan lapisan es, ditambah dengan aktivitas penyedotan air tanah besar-besaran untuk kebutuhan pertanian, telah cukup mengubah distribusi massa air di Bumi hingga menyebabkan poros rotasi planet bergeser.
---
Pengetahuan tak terbatas kini lebih dekat. Simak ragam ulasan jurnalistik seputar sejarah, budaya, sains, alam, dan lingkungan dari National Geographic Indonesia melalui pranala WhatsApp Channel https://shorturl.at/IbZ5i dan Google News https://shorturl.at/xtDSd. Ketika arus informasi begitu cepat, jadilah bagian dari komunitas yang haus akan pengetahuan mendalam dan akurat.
Source | : | Live Science |
Penulis | : | Ricky Jenihansen |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR