Alma mulai mengenal sosok nyai. Seperti pada perjumpaannya dengan bujangan muda yang datang dari Belanda, lulusan Sekolah Politeknik di Delft.
Diketahui jika bestuursambtenaren atau calon pegawai negeri yang sudah dipersiapkan menjabat di Hindia Belanda, bahkan disarankan untuk tinggal dengan nyai sebelum mereka benar-benar menikah dengan perempuan Belanda.
Hal ini didasari untuk mencegah kunjungan para bujangan muda Belanda yang datang ke tempat prostitusi untuk melacur, atau menjauhkan mereka dari pengaruh alkoholisme di antara jiwa-jiwa yang kesepian di tempat-tempat terpencil di Hindia.
Tepat setelah seorang bujang muda Belanda ini menikah dengan wanita Belanda yang dipilihnya secara sah, maka nyai dan anak-anak hasil pergundikan itu bisa saja ditendang dari rumahnya.
Pergundikan, samenleven atau kumpul kebo dengan perempuan lokal, hingga melahirkan anak-anak yang dianggap tidak sah secara hukum kolonial, adalah bagian dari kengerian yang dijumpai Alma selama tinggal di Jawa.
Alma Bimmermann dipenuhi dengan seribu ketakutan selama tahun-tahun pertama itu. Ia menceritakan nasibnya sebagai seorang wanita muda, tak terlindungi, dan berkulit putih saat itu. Namun, ia memutuskan untuk tetap tinggal.
Sedang, saat ia mulai mengenali beberapa peempuan pribumi yang cantik dan menawan, sebagian terpelajar—barangkali keturunan bangsawan, mereka juga tak berhak untuk memilih sendiri calon suaminya.
Betapa mereka sangat menurut, tunduk dan patuh pada aturan budaya yang melekat di antara keluarga bangsawan.
Perempuan-perempuan yang terhormat dari kalangan bangsawan hanya menghabiskan hidupnya memantaskan diri dan menunggu untuk diambil oleh pria dari kalangan bangsawan lain.
Sebaliknya, perempuan-perempuan dari kalangan rendahan yang berusaha mencari penghidupan, hanyalah sajian-sajian bagi para lelaki yang akan mengambilnya, entah sebagai baboe atau sebagai pelayannya belaka.
Meski demikian, kehidupan yang demikian menjadi kelindan yang tak terpisahkan dari hari-hari selanjutnya Alma Bimmermann di Hindia.
Perlahan, ia mulai menikmati kehidupan tropis yang hijau dengan aroma khas dan suara-suara menenangkan. Membalut semua kemuraman dari kehidupan para perempuan yang tertindas pada zamannya.
---
Artikel ini disadur dari tulisan Jutta Chorus kepada Historiek dalam artikel berjudul Alma Bimmermann, pionier in Nederlands-Indië, diterbitkan pada 27 November 2023.
---
Pengetahuan tak terbatas kini lebih dekat. Simak ragam ulasan jurnalistik seputar sejarah, budaya, sains, alam, dan lingkungan dari National Geographic Indonesia melalui pranala WhatsApp Channel https://shorturl.at/IbZ5i dan Google News https://shorturl.at/xtDSd. Ketika arus informasi begitu cepat, jadilah bagian dari komunitas yang haus akan pengetahuan mendalam dan akurat.
Source | : | Historiek |
Penulis | : | Galih Pranata |
Editor | : | Utomo Priyambodo |
KOMENTAR