Ketika Jean-Lou Justine menerima foto pertama dari cacing raksasa dengan kepala seperti martil, ahli biologi itu tercengang. Sebab, cacing tersebut tidak tinggal di kebun-kebun sayuran Eropa.
“Kami tidak memilikinya di Prancis,” kata Justin yang juga seorang profesor di National Museum of Natural History di Paris.
Cacing predator ini berasal dari Asia, di mana mereka berkembang dengan senang hati sambil melahap cacing tanan di bawah sinar matahari yang lebih hangat.
“Spesies ini tinggal di dalam tanah sehingga mudah terlupakan. Namun, itu juga yang menjadi alasan ia bisa terkirim ke seluruh dunia tanpa sengaja,” kata Archie Murchie, ahli ilmu serangga dari Britain’s Agri-Food and Biosciences Institute, yang tidak terlibat dalam penelitian Justine.
“Cacing seperti ini akan terus menyebar. Apalagi ada peningkatan perdagangan global,” tambahnya.
Baca juga: Darling Pea, Tanaman Bak Narkoba Bagi Domba dan Hewan Ternak
Para ahli biologi sudah mengetahui bahwa cacing kecil pemakan siput memang ada di Prancis. Namun, hingga saat ini, Justine, yang meneliti parasit dan cacing, tidak mengetahui bahwa negaranya berada di bawah invasi cacing kepala martil.
Bahkan, dalam penelitiannya lima tahun lalu, ia menganggap cacing kepala martil tidak lebih dari hama rumah kaca. Kini, ia pun merevisi keputusannya.
“Itu benar-benar keliru,” ujar Justine.
Bersama dengan rekan penelitinya, melalui stasiun berita lokal dan media sosial, Justine meminta warga Prancis untuk mengirimkan foto cacing berkepala martil yang mereka temukan. Dan e-mail berisi foto cacing tersebut pun membanjiri kotak masuknya. Dari semua kiriman, penampakan cacing paling awal terlihat pada 1999.
Beberapa orang menangkap cacing berkepala martil, kemudian mengawetkan, dan mengirimnya ke Justine untuk diteliti.
Baca juga: Mengapa Burung Tidak Memiliki Gigi? Ini Penjelasan Peneliti
Menurut Justine, spesies Bipalium kewense tersebut, banyak ditemukan di Prancis Selatan. Musim panasnya yang lembap dan musim dingin yang ringan membuat hewan ini dapat bertahan hidup, meskipun di dalam lubang.
Sama seperti hiu martil yang menjelajahi laguna, cacing pipih predator ini berburu mangsanya melalui tanah. Tubuh lembutnya merupakan pabrik senyawa. Mereka menghasilkan sejumlah zat bernama tetrodoxin untuk melumpuhkan mangsa. Yang kurang dari mereka adalah pertahanan fisiknya.
Belum jelas apakah cacing kepala martil ini akan mengubah keanekaragaman hayati Prancis. Justine dan peneliti lainnya tidak mempelajari ekologi tanah.
Menurut Murchie, serangan cacing predator ini memiliki dampak besar pada fauna tanah lainnya. Dan ini memengaruhi manusia secara tidak langsung. Invasi cacing martil yang memakan cacing tanah di Irlandia dan Skotlandia, membuat rumput di lahan pertanian menyusut sekitar 6%.
Penulis | : | Gita Laras Widyaningrum |
Editor | : | Gita Laras Widyaningrum |
KOMENTAR