Setelah itu, A-Fun pun mendapat banyak permintaan untuk membetulkan AIBO -- yang hanya bisa dilakukan dengan mengambil ‘organ’ dari robot anjing lainnya yang sudah mati.
Hirsohi Funabashi, supervisor perbaikan di A-Fun, mengatakan, para pemilik biasanya menggambarkan kondisi robot anjing mereka dengan istilah “nyeri sendi”. Dari situ, ia menyadari bahwa para pemilik tidak menganggap AIBO sebagai alat elektronik, melainkan anggota keluarga.
Sementara itu, Norimatsu menganggap AIBO yang sudah tidak berfungsi lagi sebagai “pendonor organ”. Untuk menghormati pemilik yang robot-robotnya telah mati itu, Norimatsu dan koleganya memutuskan untuk menyelenggarakan pemakaman.
Pemakaman untuk robot anjing
A-Fun lalu mendatangi Bungen Oi, kepala biksu di Kōfuku-ji, kuil Buddha di Prefektur Chiba. Oi setuju untuk memimpin pemakaman robot anjing pendonor tersebut sebelum dibongkar.
Pada 2015, kuil yang usianya sudah berabad-abad tersebut, mengadakan pemakaman robot pertamanya untuk 17 AIBO. Permintaan untuk pemakaman AIBO pun terus meningkat setelahnya.
Baca juga: Menjaga Kelestarian Jalak Bali Melalui Penangkaran dan Pelepasliaran
Belum lama ini, pada April 2018, jumlah robot anjing yang dimakamkan mencapai 800. Label yang melekat pada tubuh AIBO berisi namanya sendiri dan pemiliknya.
Prosesi pemakaman yang dilakukan tak jauh berbeda dengan manusia. Diiringi dengan nyanyian dan juga pembakaran dupa.
Menurut kepala biksu Oi, menghormati benda mati, sesuai dengan ajaran Buddha. “Meskipun AIBO merupakan mesin dan tidak memiliki perasaan, namun ia bertindak sebagai cermin dari emosi manusia,” katanya.
Source | : | James Burch/National Geographic |
Penulis | : | Gita Laras Widyaningrum |
Editor | : | Gita Laras Widyaningrum |
KOMENTAR