Pascapertemuan dua pemimpin negara yang paling banyak dibicarakan, Trump dan Kim Jong Un, di Singapura, beberapa hal mulai terlihat sebagai dampak.
Donald Trump berjanji untuk menghentikan latihan militer gabungan dengan Korea Selatan, yang dinilai sebagai aksi provokasi oleh pihak Korea Utara.
Baca juga: Kisah Nelayan Muslim Pakistan Memberi Makan Anjing-anjing Terlantar
Tidak hanya itu, pertemuan yang diadakan pada 12 Juni lalu juga membuahkan langkah untuk mengembalikan tentara AS yang tewas selama perang Korea.
Pihak militer AS pada hari Sabtu (23/6/2018) mengatakan bahwa mereka akan memindahkan 100 peti mati ke zona demiliterisasi antara Korea Utara dan Korea Selatan.
Agensi berita Korea Selatan, Yonhap, melaporkan bahwa Peti mati ini akan tetap berada di perbatasan desa Panmunjom untuk beberapa hari sebelum dikirim ke Korea Utara.
Ketika peti-peti tersebut sampai di Korea Utara, proses pengembalian jenazah tentara AS yang terbunuh atau meninggal selama konflik tahun 1950 hingga 1953 dapat segera dilakukan.
Dalam laporan tersebut, diberitakan bahwa kendaraan militer AS membawa lebih dari 200 peti mati dan menyeberang ke Korea Utara pada hari Sabtu lalu.
Namun kabar tersebut dibantah oleh Juru bicara AS Kolonel Angkatan Laut Chad Carrol.
Today UNC moved 100 wooden Temporary Transit Cases, built in Seoul, to the JSA. We are preparing to receive and transport remains in a dignified manner when we get the call to do so.
— U.S. Forces Korea (@USForcesKorea) June 23, 2018
Baca juga: Tentara Bayaran Turut Mengawal Piala Dunia 2018 dari Ancaman ISIS
Sebaliknya, Carroll mengatakan bahwa Komando PBB yang dipimpin AS memindahkan "aset" ke pangkalan udara AS di Pyeongtaek, Korea Selatan, dan ke Joint Security Area untuk mempersiapkan proses tersebut.
Walau rencana ini terlihat sebagai langkah yang nyata, namun faktanya belum ada penetapan secara resmi kapan repatriasi—pemulangan seseorang ke negara asalnya—ini akan dilakukan.
Source | : | Foxnews |
Penulis | : | Gregorius Bhisma Adinaya |
Editor | : | Gregorius Bhisma Adinaya |
KOMENTAR