Dini hari pada 26 April 1986, nama Chernobyl menjadi identik dengan bencana nuklir. Pembangkit listrik tenaga nuklir di utara Ukraina tersebut, meledak setelah dilakukan uji coba. Peristiwa itu menyisakan zat radioaktif yang menyebar di sekitar wilayah ledakan.
Akibatnya, ratusan ribu penduduk di dekat reaktor nuklir di kota Pripyat, harus dievakuasi. Pemerintah Soviet pun menetapkan zona ekslusi Chernobyl dengan radius 30 kilometer. Zona ekslusi dibuat untuk membatasi akses ke daerah berbahaya, serta mengurangi penyebaran dan pencemaran materi radioaktif.
Tiga puluh dua tahun kemudian, zona ekslusi Chernobyl seluas 2.600 kilometer persegi itu, tanpa sengaja menjadi semacam cagar alam. Data sensus menunjukkan, populasi satwa liar meningkat tajam tanpa kehadiran manusia di sekitarnya.
Baca juga: Warna Sungai di Tiongkok Berubah Menjadi Merah, Apa Penyebabnya?
Namun, studi bertahun-tahun mengenai ekosistem di zona ekslusi juga menunjukkan banyak kehidupan yang terancam radiasi karena tidak mampu beradaptasi.
Berikut kondisi ekosistem di sekitar Chernobyl yang diketahui peneliti hingga saat ini:
Jamur hitam dan matinya pengurai
Banyak mikroba yang mengambil ‘keuntungan’ dari bencana ini. Jamur kaya melanin seperti Cladosporium sphaerospermum, Cryptococcus neoformans, dan Wangiella dermatitidis telah menjadi raja di Chernobyl. Ini semua karena efek radiasi pada pigmennya.
Sebuah penelitian menunjukkan, jenis jamur ini tidak hanya menoleransi kekuatan radioaktif, tapi juga tumbuh karenanya.
Ini bukan kabar baik bagi pengurai lain di dalam ekosistem di sekitarnya. Sebuah studi 2014 menemukan penurunan signifikan pada proses pembusukan sampah daun – setidaknya pada 20 hutan di sekitar Chernobyl.
Pinus merah dan kedelai
Bencana nuklir sering dibayangkan sebagai lahan tandus yang penuh debu serta rumput dan pohon kering. Namun, foto-foto di Chernobyl justru menunjukkan pohon yang ditumbuhi dedaunan. Mengapa bisa begitu?
Source | : | Mike Mcrae/Science Alert |
Penulis | : | Gita Laras Widyaningrum |
Editor | : | Gita Laras Widyaningrum |
KOMENTAR