Nationalgeographic.co.id – Tahun lalu mungkin menjadi yang paling buruk bagi orang-orang di seluruh dunia. Laporan Global Emotions dari Gallup menunjukkan bahwa banyak orang mengalami stres, sakit, dan kecemasan sepanjang 2017.
Untuk mendapatkan hasil tersebut, Gallup menerapkan Negative Experience Index – mengukur seberapa banyak orang yang merasa khawatir, stres, sedih, dan marah sebelum melakukan survei. Ternyata, emosi negatif mereka di 2017, adalah yang terparah sejak 2006.
Baca Juga : Cherophobia, Kondisi Mental yang Membuat Seseorang Takut Bahagia
Sekitar 40% orang dewasa dari 146 negara mengatakan, mereka mengalami stres dan kecemasan di 2017 ini, sementara 31%nya merasakan sakit fisik, 23% sedih, dan 20%nya marah.
Hasil ini membuat skor Negative Experience meningkat – dari yang tadinya 28 di 2016, menjadi 30 di tahun tersebut.
“Secara keseluruhan, penduduk dunia lebih tertekan, cemas, sedih, dan sakit dibanding sebelumnya,” kata Mohamed Younis, Gallup Managing Editor yang menulis laporan tersebut setelah mewawancarai 154 ribu orang di seluruh dunia.
Sementara itu, Positive Experience Index-nya cenderung menurun. Sekitar 70% orang dewasa dari 147 negara mengatakan, mereka cukup senang, tertawa, memiliki istirahat yang cukup, serta merasa diperlakukan dengan hormat sebelum survei. Meskipun angkanya cukup tinggi, namun itu menurun dari tahun sebelumnya – skor 70 pada 2016 dan 69 di 2017.
Baca Juga : Saat Dijemput Ajal, Beberapa Orang Justru Ingin Ditinggalkan Sendirian
Dari data Gallup ini, Paraguay memiliki Positive Experience tertinggi. Kemungkinan karena penduduknya mencerminkan nilai-nilai Amerika Latin yang “berfokus pada hal-hal positif dalam hidup”, meskipun angka kemiskinan dan kekacauan politik cukup tinggi.
Sementara itu, Afrika Tengah yang mengalami konflik kekerasan selama bertahun-tahun dan membuat 615 ribu orang mengungsi, memiliki Negative Experience Index tertinggi. Diikuti oleh Irak, Sudan Selatan, dan Chad.
Source | : | time.com |
Penulis | : | Gita Laras Widyaningrum |
Editor | : | Gita Laras Widyaningrum |
KOMENTAR