Nationalgeographic.co.id - Zaman dahulu, di Tiongkok, jutaan wanita menginginkan sepasang "kaki lotus" yang berukuran tidak lebih dari empat inci. Agar memiliki kaki yang diimpikan ini, para wanita rela mengikat dan menekuk kakinya sejak masih kecil.
Proses mengikat kaki ini biasanya dilakukan anak-anak perempuan berusia empat hingga enam tahun. Selain karena otot-ototnya masih lentur sehingga kaki mudah dibentuk, mereka juga dianggap bisa mengatasi rasa sakit saat proses dilakukan.
Dilansir dari DailyMail, ada beberapa alasan mengapa tradisi ini disebut kaki lotus. Salah satunya karena kaki mereka harus terikat sempurna untuk membentuk bunga lotus yang tertutup.
Baca Juga : Karoshi, Kematian Warga Jepang Karena Terlalu Banyak Bekerja
Untuk membentuk Lotus Feet, kaki sang anak harus direndam dengan air hangat. Kemudian jari-jari mereka -- kecuali jempol -- akan ditekuk ke bawah telapak kaki. Kain sutera atau katun digunakan untuk membungkus kaki mereka hingga dewasa.
Perlu diketahui bahwa setelah diikat dengan kain, tidak ada orang lain yang boleh melihat kaki perempuan tersebut selain suaminya kelak.
Simbol kesetiaan
Dengan kaki yang terikat, para wanita akan mengalami kesulitan saat berjalan. Oleh sebab itu, untuk memudahkannya bergerak, para wanita akan menggunakan otot di pinggul, paha dan bokong mereka. Ini membuat fisik mereka tampak menarik bagi pria Tiongkok di zaman itu.
Kaki lotus dianggap sebagai lambang kesetiaan sang wanita kepada suaminya. Wanita dengan kaki kecil membuktikan bahwa mereka berasal dari keluarga yang baik dan tidak akan selingkuh atau melarikan diri dari sang suami.
Selain itu, kaki kecil juga dianggap bisa memuaskan pria pada zaman feodal. Li Yun, seorang pengarang di Tiongkok abad ke-17, dalam panduan gaya hidupnya Sketches of Idle Pleasure, menulis bahwa kaki wanita yang seukuran telapak tangan sangat menarik dan tidak dapat ditolak. Bahkan katanya, seorang pria bisa mendapatkan pengalaman 'menakjubkan' hanya dengan menyentuh mereka.
Sebaliknya, menurut pepatah Tiongkok kuno, wanita dengan ukuran kaki yang besar dianggap terlalu jantan, terlalu kuat dan tidak lembut.
Asal mula kaki lotus
Tradisi Lotus Feet pertama kali muncul pada abad ke-10, saat pemerintahan masa Kaisar Li Yu di tahun 961 hingga 975.
Kala itu, kaisar jatuh cinta kepada seorang penari bernama Yao Niang, yang kemudian ia jadikan selir. Kaisar meminta Yao untuk mengikatkan kakinya dengan sutra putih sehingga membentuk bulan sabit dan menari seperti seorang balet di atas teratai.
Yao memang dikenal sebagai selir yang disenangi oleh kaisar. Oleh sebab itu, selir lainnya berusaha meniru Yao dengan mengikat kakinya agar menjadi kecil.
Sejak saat itu, tradisi mengikat kaki yang awalnya dilakukan oleh wanita di istana kemudian menyebar di seluruh Tiongkok.
Pada abad ke -17, di masa pemerintahan Dinasti Qing, setiap gadis yang ingin menikah harus memiliki kaki kecil. Para perempuan yang tidak mengikat kaki mereka adalah mereka yang berasal dari etnis Hakka kerena sangat miskin. Selain itu, pemancing wanita juga harus memiliki kaki normal agar bisa menyeimbangkan diri mereka saat berada di perahu.
Pro dan kontra
Pada abad ke-19, menjelang akhir Dinasti Qing, banyak orang-orang Barat yang pindah ke Tiongkok. Kedatangannya bertepatan dengan masa di mana proses mengikat kaki masih dilakukan dan ditemui di mana-mana.
Banyak wanita dari negara Barat yang menentang praktik tersebut. Mereka menyebarkan pamflet serta membuka tempat penampungan bagi warga Tiongkok yang menderita akibat tradisi Lotus Feet.
"Sulit membayangkan wanita harus tunduk pada proses yang menyakitkan seperti itu hanya untuk dicintai dan diterima oleh masyarakat," kata Jo Farrell, seorang fotografer yang telah menghabiskan 13 tahun untuk mendokumentasikan wanita kaki lotus di Tiongkok.
Baca Juga : Jenazah Dimakan Burung, Begini Ritual Pemakaman Langit di Tibet
Suatu hari, di Shanghai, sempat terjadi perdebatan antara pendukung pemilik kaki lotus dan yang normal. Perdebatan dimenangkan oleh pendukung kaki normal. Alasannya karena para wanita dengan kaki normal dapat memperlihatkan kakinya yang indah, sementara pemilik kaki lotus akan terlihat buruk ketika kainnya dilepas.
Perdebatan ini menimbulkan dampak buruk bagi perempuan kaki lotus. Mereka yang telah menikah. ditinggalkan oleh suaminya karena tradisi kaki lotus tidak lagi populer. Kaki lotus bahkan dianggap aneh dan cacat.
Tradisi Lotus Feet pun menghilang secara perlahan. Saat ini, sudah jarang ditemukan wanita dengan kaki lotus di Tiongkok. Sebagian besar dari mereka kini berusia 90-an dan tinggal di desa-desa terpencil.
Source | : | Daily Mail,the atlantic |
Penulis | : | 1 |
Editor | : | Gita Laras Widyaningrum |
KOMENTAR