Kemudian nelayan rompong berteriak, “Jaga!”. Semua awak kapal pun saling membangunkan. Mesin kapal dengan segera dihidupkan. Pajeko bergerak mengelilingi rompong sambil melepas jaring. Gerakan kapan yang melingkar ini kemudian menjebak ikan agar tidak mudah untuk lari.
Sejalan dengan pajeko, kapal kecil kemudian menarik tambang untuk mengerucutkan dasar jala hingga terikat. Ikan yang terjebak tadi pun sudah tidak dapat lagi melarikan diri.
Jala ditarik secara bersama-sama. Banyaknya ikan membuat semua awak kapal saling membantu menaruk jala. Ikan yang terkumpul di tengah jala semakin lama semakin terlihat. Awak kapal yang lain langsung mengeluarkan jaring serok untuk mengambil ikan yang sudah terkumpul.
Ikan yang sudah tertangkap pun dipindahkan ke perahu kecil untuk segera dijual ke Pulau Halmahera. Sebagian ikan ditinggal di pajeko, untuk dibagikan kepada awak kapal sebagai upah harian mereka.
Lantas, ikan apa saja yang berhasil mereka tangkap? Tongkol atau Komo dalam bahasa lokal, Sihiri, dan Kembung mengisi jaring mereka. Semua awak kapal mendapat bagian yang sama. Setelah itu pajeko langsung bertolak untuk pulang.
Ketika merapat di Rabutdayo, waktu menunjukan pukul 7:00 WIT. Artinya keseluruhan proses ini hanya memakan waktu tiga setengah jam. Para nelayan hanya sekali melepas jala, setelah itu pulang.
Hasil hari itu lumayan banyak dan menjanjikan. Satu ton ikan berhasil ditangkap. Kalau dipilah ke dalam keranjang, tangkapan hari itu mencapai delapan hingga sepuluh keranjang. Satu keranjang akan dibeli oleh pengepul dengan harga satu juta rupiah.
Penulis | : | National Geographic Indonesia |
Editor | : | Gregorius Bhisma Adinaya |
KOMENTAR