Nationalgeographic.co.id - Kita sering terpapar berbagai racun setiap harinya. Mereka ada di air, makanan, tanah, serta udara yang kita hirup. Beberapa racun berupa bahan kimia yang terdapat dalam produk perawatan seperti kosmetik maupun pembersih rumah.
Seiring berjalannya waktu, racun-racun dan metabolitnya tersebut dapat menumpuk dan memiliki efek merusak pada tubuh–khususnya fungsi otak.
Baca Juga : Sering Sakit? Lakukan Hal Ini untuk Meningkatkan Sistem Kekebalan Tubuh
Bagaimana racun bisa memengaruhi kesehatan otak?
Penghalang darah-otak mencoba untuk melindungi sistem saraf pusat dari paparan senyawa penyebab inflamasi dan pengganggu mekanisme homeostatis yang menjaga keseimbangan neurotransmitter dan fungsi sinaptik.
Namun, ketika ia terus terpapar racun dan kontaminan terus menerus, penghalang darah-otak yang biasanya sangat ketat dan selektif, mulai melemah di bawah tekanan senyawa penyebab inflamasi. Ia pun menjadi sedikit "bocor" sehingga memungkinkan molekul racun masuk ke dalam kompartemen yang membungkus otak. Melonggarnya penghalang darah-otak juga terjadi akibat kerusakan sel oleh radikal bebas.
Ketika racun masuk ke dalam sistem saraf pusat, ada banyak perubahan yang terjadi di lingkungan alami otak. Kehadirannya dapat menyebabkan:
Selain hal-hal di atas, paparan racun bahan kimia dan polusi dapat memberikan dampak bagi kesehatan mental. Berikut di antaranya:
Baca Juga : Lima Diet Terbaik Menurut Ahli yang Bisa Diterapkan Pada 2019
Beruntung, kita memiliki mekanisme detoks alami yang mampu mencegah akumulasi racun dan metabolitnya dalam tubuh dan otak. Kita dapat dengan mudah melakukan detoksifikasi hanya dengan pilihan gaya hidup, tidak perlu program khusus.
Langkah pertama sangat bergantung pada makronutrien dan mikronutrien yang kita konsumsi. Itulah sebabnya mengapa asupan sayuran dan buah sebaiknya tidak pernah berhenti. Kedua makanan tersebut sangat baik untuk membersihkan racun dalam tubuh.
Source | : | mindbodygreen.com |
Penulis | : | Gita Laras Widyaningrum |
Editor | : | Gita Laras Widyaningrum |
KOMENTAR