Di pusat rehabilitasi dekat Johanesburg, Afrika Selatan, sekelompok trenggiling sedang menjalani masa pemulihan.
Menurut Dr. Karin Lourens, dokter satwa liar, kondisi mereka sangat buruk saat pertama diselamatkan dari perdagangan ilegal.
“Mereka tidak diberi makan selama sekitar 17 hari,” ujarnya.
“Hewan-hewan ini dikurung di dalam tas, drum, atau kantong, dan kemudian dibiarkan begitu saja. Waktu kami terima mereka, mereka kurus kering, mengalami dehidrasi, dan segera membutuhkan perhatian medis.”
Baca Juga : Studi: Manusia Memiliki Pengaruh Besar Pada Kematian Hewan di Bumi
Sisik trenggiling–terbuat dari keratin, yang juga ditemukan di kuku manusia–banyak diminati untuk pengobatan tradisional Tiongkok.
Konon sisik tersebut bisa menyebuhkan radang sendi, meningkatkan produksi ASI, dan menjadi obat kuat untuk laki-laki. Namun, tidak ada riset ilmiah yang mendukung kepercayaan ini.
“(Sisik trenggiling) jadi bagian dari budaya mereka dan digunakan dalam lebih dari 60 produk herbal Tiongkok sebagai obat,” kata Prof. Ray Jansen dari African Pangolin Working Group.
Kelompok tersebut mencatat ada 19 ribu ton sisik trenggiling yang diperdagangkan secara ilegal dari Afrika pada tahun 2016; 47 ribu ton pada tahun 2017; dan 39 ribu ton pada tahun 2018.
“Ini hanya perdagangan yang berhasil kami gagalkan, hanya sekitar 10% dari keseluruhan perdagangan,” tambah Prof. Ray. “Totalnya mendekati 390 ribu ton sisik tahun lalu.”
Menurut organisasi Traffic, perdagangan internasional ilegal trenggiling semakin meningkat dalam beberapa tahun terakhir.
PROMOTED CONTENT
Source | : | Voaindonesia.com |
Penulis | : | National Geographic Indonesia |
Editor | : | Gita Laras Widyaningrum |
KOMENTAR