Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi meluncurkan produk riset dan rekayasa ikan nila strain unggul yang tahan terhadap kadar salinitas tinggi di Jakarta, Selasa (29/11) ini. Selain itu, BPPT juga mengembangkan diversifikasi pangan mie nonterigu berbahan dasar sagu untuk menjawab potensi kerawanan pangan nasional.
Ikan nila (Oreochromis niloticus) atau mujair merupakan ikan berdaging putih dan sangat tahan terhadap perubahan lingkungan hidup, karena tubuhnya yang padat. Ikan nila dapat dibudidaya secara luas di Indonesia, baik di kolam air tawar maupun air payau, sehingga potensial menjadi sumber bahan baku industri pengolahan ikan yang berkelanjutan.
Ikan yang disebut ikan nila salin itu memiliki daya tahan tinggi terhadap berbagai penyakit serta fluktuasi kadar garam. Ketahanan ikan nila salin berkisar pada kadar garam 20 ppt, sedangkan untuk kadar garam air laut normal mencapai 30-35 ppt.
Pengembangan ikan nila jenis ini ditujukan untuk mendukung pemanfaatan lahan tambak yang selama ini kerapkali dimanfaatkan tidak secara optimal atau terlantar.
Kepala BPPT Marzan Azis Iskandar mengatakan, spesies ikan nila memiliki peluang menjadi komoditas ekspor tingkat tinggi. Prospek ikan nila yang positif di pasar internasional ditunjukkan dengan konsumsi ikan nila di Eropa dan Amerika yang senantiasa menunjukkan kenaikan. Amerika Utara pada tahun 2004 telah mengimpor ikan nila sebanyak 112.945 ton.
Ikan nila salin merupakan peranakan dari ikan nila unggul yang dikembangkan BPPT sebelumnya, yaitu ikan nila GMT. Di tahun 2006 lalu BPPT telah melepas varietas ikan nila Gesit (Genetically Supermale Indonesia Tilapia) yaitu ikan nila jantan super kromosom YY yang jika dikawinkan dengan nila betina akan menghasilkan nila monoseks jantan genetis (GMT), yang memiliki keunggulan cepat tumbuh 1,3-1,5 kali dibanding nila betina.
Penulis | : | |
Editor | : | Palupi Annisa Auliani |
KOMENTAR