Peringkat prestasi olahraga di Indonesia khususnya pada cabang atletik mengalami penurunan dari tahun ke tahun. Sepanjang catatan sejarah Olimpiade dan kejuaraan dunia atletik, hanya pada tahun 1988, pelari cepat perorangan Indonesia dapat lolos ke semi final. Namun, pada tahun-tahun berikutnya tidak ada satu pun catatan prestasi yang diraih.
Miftakhul Jannah, Pengajar di Universitas Negeri Surabaya (UNESA) menjelaskan, terdapat sejumlah faktor yang mempengaruhi pencapaian prestasi dalam bidang olahraga. Selain kesiapan fisik, pengusaan teknik, dan penerapan taktik yang tepat, faktor psikologis atlet juga berpengaruh terhadap pencapaian prestasi.
“Di negara yang kerap meraih langganan juara telah lama menggunakan metodologi kepelatihan maupun unsur pendukung yang berbasis iptek, salah satunya adalah psikologi olahraga. Hal ini sebenarnya bisa dicontoh oleh Indonesia untuk mendongkrak prestasi pada cabang lari cepat 100 meter perorangan,” jelasnya saat melaksanakan ujian terbuka program doktor di Fakultas Psikologi UGM, Kamis (14/6) dengan judul “Peran Konsentrasi, Kepercayaan Diri, Regulasi Emosi, Kemampuan Goal Setting, dan Resistensi Terhadap Prestasi Pelari Cepat 100 Meter Perorangan.”
Dalam penelitiannya, Miftakhul mengambil sampel 51 orang atlet lari 100 meter perorangan yang mengikuti POMNAS XII tahun 2011. Hasil penelitian menunjukkan bahwa aspek psikologis berupa regulasi emosi memiliki pengaruh yang sangat kuat terhadap pencapaian prestasi atlet.
Melalui proses kognitif, atlet meregulasi stimulasi emosi yang diterima dan memilih strategi yang tepat untuk melakukan tugas geraknya secara efektif. Efektivitas gerak yang dilakukan akan meningkatkan efisiensi waktu dalam kompetisi.
Temuan lain juga memperlihatkan bahwa kepercayaan diri, konsentrasi, goal setting turut mempengaruhi capaian prestasi seorang atlet. Atlet yang memiliki kepercayaan diri akan lebih berkonsentrasi terhadap tugas gerak yang harus dilakukan.
“Atlet yang memiliki regulasi emosi tinggi akan lebih konsentrasi terhadap tugas gerak yang harus dilakukan sehingga mempercepat waktu tempuh yang diraih. Begitu pula atlet yang menetapkan goal setting dalam dirinya akan terdorong untuk presisten dalam berlatih untuk meraih prestasi,” paparnya.
Ia menyarankan, guna meningkatkan prestasi atlet lari Indonesia, pemerintah perlu menjalankan sejumlah program pengelolaan atlet berbasis faktor psikologis yang terintegrasi. Di antaranya melalui penggunaan faktor psikologis sebagai konstruk alat ukur untuk mengidentifikasi kemampuan atlet, melengkapi faktor fisik di awal intensifikasi latihan, pengelompokan atlet berdasar faktor psikologis, pemantauan saat latihan, dan evaluasi penguasaan faktor psikologis.
“Program pembinaan atlet pelari cepat berbasis aspek psikologis seperti pelatihan regulasi emosi perlu dilakukan untuk melengkapi latihan fisik, asupan nutrisi, agar prestasi pelari cepat lebih optimal,” ujarnya.
Penulis | : | |
Editor | : | Bambang Priyo Jatmiko |
KOMENTAR