Berdasarkan penelitian terbaru yang terpublikasi dalam Biology Letters pada awal Mei, rentang frekuensi pendengaran ngengat yang amat lebar dibanding hewan lainnya di Bumi, dimanfaatkannya untuk menghindar dari predator utama: kelelawar.
Para peneliti berhipotesis, pendengaran super ini adalah proses evolusi jenis ngengat untuk menghindari serangan predator. Sebelumnya rentang sebesar itu tidak pernah diketahui ada pada pendengaran hewan lain.
Kelelawar memiliki kapasitas pendengaran di frekuensi 212 kilohertz. James Windmill, pakar bidang teknik akustik dari University of Strathclyde, Skotlandia, mengatakan, dengan telinga sebesar kepala peniti saja, ngengat dapat mendengar bunyi-bunyian pada frekuensi 30 (terendah) sampai dengan 300 kilohertz (tertinggi).
Sebagai perbandingan, manusia berbicara dalam frekuensi sekitar 3 kilohertz. Hanya di masa remaja, manusia mampu mendengar suara hingga 20 kilohertz. "Namun kapabilitas itu akan menurun seiring pertambahan usia," kata Windmill yang merupakan juga salah satu penulis dalam penelitian ini.
Penelitian Windmill dan rekan-rekannya tersebut dikerjakan dengan menguji responsi ngengat terhadap rangsangan suara di setiap frekuensi.
Jika dibandingkan telinga manusia, telinga ngengat punya struktur lebih sederhana, mencakup hanya beberapa sel saraf yang terhubungkan langsung ke otak. Inspirasi sistem pendengaran alami sederhana dan unik ini pun tengah dikembangkan untuk merancang desain mikrofon yang sensitivitasnya lebih besar.
Mikrofon bukan telinga manusia yang mampu memilah dan berfokus pada satu percakapan di antara keributan, maka perangkat adaptasi dari pendengaran sensitif ngengat bisa menjadi katalisator untuk menghasilkan terobosan teknologi baru.
Penulis | : | |
Editor | : | Oik Yusuf |
KOMENTAR