Indonesia merupakan negara kepulauan yang menyimpan beragam pesona dan keindahan. Alam yang menawan dibalut dengan tradisi masyarakat-nya yang beraneka ragam hingga keramahan masyarakat-nya. Potensi ini tentunya menjadi salah satu aset yang menjadi sumber pemasukan bagi pendapatan negara.
Data yang dilansir oleh Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, jumlah devisa yang diterima pada tahun 2011 dari sektor pariwisata mencapai US$ 8,554 juta. Pencapaian ini tentunya akan sangat berdampak besar terhadap perekonomian masyarakat baik yang terlibat secara langsung maupun tidak dalam industri pariwisata.
Untuk mendongkrak pertumbuhan pariwisata di negeri ini, berbagai macam cara dilakukan baik dari instansi terkait maupun dari anak muda kreatif yang secara bersama-sama berinisiatif untuk mempromosikan pariwisata Indonesia. Salah satunya melalui kegiatan Baronda Maluku yang juga didukung oleh Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif.
Baronda Maluku merupakan kegiatan ekspedisi yang dilakukan oleh sepuluh anak muda ini yang terdiri dari fotografer, blogger, dan videographer. Selama lima hari, mereka akan mengeksplorasi Maluku selama lima hari, mulai dari Ambon, Seram, dan Tual.
“Beberapa pantai adalah yang terbaik di Indonesia, lebih dari 40 titik penyelaman, sejarah yang menarik, kuliner yang berciri khas dan budaya yang unik membuat Maluku adalah destinasi yang menawarkan all-in-one," ungkap Mad Alkatiri, inisiator Baronda Maluku.
Baronda, yang berarti jalan-jalan, mempunyai misi luar biasa untuk mempromosikan Maluku dari kacamata anak muda. Setelah konflik yang melanda Maluku tahun 1999, banyak orang masih memandang Maluku sebagai daerah yang berbahaya untuk dikunjungi.
"Konflik 1999 membuat orang berpikir lagi untuk ke Maluku. Padahal sekarang Maluku sudah aman dan normal," tambah Mad.
Dengan adanya kegiatan seperti ini, diharapkan kunjungan wisatawan baik lokal maupun mancanagera semakin tinggi. Sehingga memberikan pemasukan bagi pendapatan negara melalui sektor Pariwisata.
Penulis | : | |
Editor | : | Kontributor Semarang, Nazar Nurdin |
KOMENTAR