Pengunaan gas air mata kembali mengemuka saat tayangan televisi akhir-akhir ini memperlihatkan pembubaran paksa demonstran di Alun-alun Taksim, Istanbul, Turki.
Sejatinya, penggunaan gas air mata dalam kondisi perang dilarang oleh Konvensi Jenewa. Aplikasinya terhadap warga sipil juga masih mengundang kontroversi. Meski demikian, penggunannya jamak kita lihat beberapa tahun belakang. Terutama di beberapa negara yang sedang bergejolak dengan Musim Semi Arab --gelombang demonstrasi dan revolusi di Tunisia, Mesir, Libia, dan Yaman.
Sven-Eric Jordt, profesor ilmu farmasi di Yale University School of Medicine, Amerika Serikat, menjelaskan lebih detail mengenai dampak gas air mata ini. Sebelumnya, pada tahun 2000, Jordt menemukan bahwa gas air mata berdampak pada tubuh manusia karena mengaktifkan reseptor nyeri.
Saat terpapar, tubuh manusia akan merespon dengan cara menutup mata, rasa sakit luar biasa, dan kesulitan bernapas. Ketika gas ini masuk ke tubuh manusia, akan menyebabkan cedera seperti terbakar dan membengkak. Terutama di daerah yang lembab macam ketiak.
"Gas air mata sebenarnya bukanlah gas. Ia adalah zat solid atau cair yang berubah menjadi aerosol. Ada beberapa penggunaan bahan kimia yang [membuatnya] disebut gas air mata," ujar Jordt.
Gas air mata merupakan gas saraf yang secara spesifik mengaktifkan saraf yang merasakan sakit/nyeri. Ia disebut "gas air mata" agar masyarakat bisa membandingkannya dengan gas saraf lainnya.
"Gas air mata ditemukan dan digunakan dalam Perang Dunia I tapi tanpa pengetahuan biologi," tambah Jordt yang pernah merasakan gas ini tahun 1980-an karena menentang limbah nuklir ketika masih jadi mahasiswa di Jerman.
Lalu, haruskah gas air mata digunakan pada manusia? Ada bukti pengunaannya pada manusia akan menyebabkan cedera parah dan terbakar. Terutama di lingkungan tertutup atau jalanan kota yang memiliki bangunan bertingkat.
Masyarakat di Mesir yang tinggal dekat pusat demonstrasi dan lama terpapar gas ini, akan mengalami masalah pernapasan. Individu yang menderita asma bisa mengalami reaksi parah.
"Gas air mata adalah penggunaan serius dari bahan kimia. Saya rasa akan menjadi masalah jika ia digunakan," kata Jordt.
Penulis | : | |
Editor | : | Kontributor Semarang, Nazar Nurdin |
KOMENTAR