Terlepas dari kekukuhan sebagai wilayah dengan orang keras kepala, warga Ghent di Belgia pada dasarnya adalah orang-orang yang sangat terbuka. Dalam suatu kesempatan menjamu rombongan para diplomat Indonesia, Wali Kota Ghent Daniël Termont mengungkapkan, “Warga Ghent mendukung apa yang disebut ‘active pluralism’, yaitu menghargai keragaman dan bergiat mendukungnya.”
Konsep ini tercermin dari begitu beragamnya penduduk Ghent dewasa ini. Jumlah penduduknya sekitar 244 ribu jiwa, terdiri dari 153 kewarganegaraan. Ada 73 orang Indonesia di sana, kebanyakan adalah mahasiswa.
Semangat mendukung pluralisme itu yang paling nyata diwujudkan melalui ranah budaya. Beragam festival dan kegiatan memenuhi kalender acara tahunan kota Ghent. Tak kurang dari 600 grup musik ada di Ghent.
Bahkan, kami berjumpa dengan sang Wali Kota, beberapa saat sebelum ia membuka sebuah festival musik untuk mengingatkan para pemimpin dunia akan lambannya gerakan menuju pencapaian Millenium Development Goals (MDG). Protes pun mereka lakukan, namun dengan cara yang berbudaya serta tidak meninggalkan dampak merugikan bagi lingkungan.
Apa yang dilakukan Ghent, sejatinya dapat menjadi sebuah pembelajaran bagi kita di Indonesia. Keberagaman bangsa kita, jelas jauh lebih plural daripada Ghent, namun upaya menghargai pluralitas alias keberagaman budaya dan keyakinan agaknya jauh lebih rendah.
Mungkin kita perlu sadar bahwa pluralisme itu tidak serta merta tumbuh dan diyakini begitu saja. Ia perlu ditumbuhkan dan dirawat dengan kegiatan-kegiatan yang berbudaya. Tidak harus melalui festival dan keramaian lainnya, namun dalam keseharian pun itu sejatinya dapat diwujudkan.
Menyoal upaya mempertahankan bangunan-bangunan tua dan bersejarah, Ghent lagi-lagi bisa memberi contoh. Menilik begitu terawat dan hidupnya bagian kota tua di sini, sang Wali Kota dengan bangga dapat menyatakan,”Kami hidup dengan monumen-monumen.”
Pernyataan ini ditunjang dengan pengakuan bahwa Ghent masuk dalam peringkat ketiga dunia dari survei authentic destination majalah National Geographic Traveler edisi global tahun 2008 dan peringkat ketujuh dunia dari Lonely Planet tentang must see city tahun 2010.
*Artikel ini merupakan bagian dari 2 Musim di Ghent yang pernah terbit dalam National Geographic Traveler Indonesia edisi Mei 2011.
Penulis | : | |
Editor | : | Kontributor Semarang, Nazar Nurdin |
KOMENTAR