Film Captain Phillips dibintangi Tom Hanks, baru saja dirilis pada 11 Oktober lalu. Captain Phillips merupakan sebuah kisah nyata di mana sekelompok perompak Somalia naik ke dalam kapal kargo Maersk Alabama pada 2009. Kapal tersebut merupakan kapal barang Amerika pertama yang dibajak dalam dua ratus tahun.
Kapal barang AS, Maersk Alabama, yang dinakhodai Kapten Phillips sedang melakukan perjalanan menuju Mombasa, Kenya. Tiba-tiba, kapal ini dikepung sekelompok bandit yang dipimpin Muse (Barkhad Abdi). Kapten Phillips selaku kapten kapal itu juga bertanggung jawab akan segala hal terburuk yang akan menimpa awaknya, kapal, bahkan dirinya. Ia pun menawarkan dirinya sebagai sandera demi menyelamatkan seluruh awak kapal. Lima hari mengalami petualangan yang mengerikan, akhirnya Philips diselamatkan oleh Angkatan Laut AS.
Sang kapten pun akhirnya menulis kisahnya dalam sebuah buku yang berjudul A Captain’s Duty: Somali Pirates, Navy SEALs, and Dangerous Days at Sea yang menjadi dasar cerita pembuatan film Captain Philips. Melihat film ini, membuat Anda berpikir apakah di zaman seperti sekarang ini, pembajakan masih menjadi masalah yang kerap menghantui kehidupan kita? Jay Bahadur, yang merupakan penulis buku The Pirates of Somalia: Inside Their Hidden World yang juga ahli pembajakan di wilayah tersebut membeberkan mengenai realita pembajakan di era modern ini:
1. Pembajakan bukanlah hal yang umum terjadi dalam beberapa tahun belakangan, namun tetap menjadi masalah besar di laut lepas
Saat ini sudah ada penjaga yang dilengkapi dengan persenjataan di dalam kapal, hal ini sudah dilakukan sejak 2012. Sementara, dahulu, Phillips beserta awak, menurut aturan, dilarang membawa senjata. Sekarang begitu banyak pemilik kapal yang menyewa penjaga dan melatihnya keterampilan militer demi mengamankan kapal mereka.
Kapal yang dilengkapi penjaga bersenjata benar-benar membantu, terutama untuk mengamankan pasokan barang dan mengurangi risiko pembajakan di sepanjang pesisir timur Afrika, tempat berkumpulnya para bajak laut. Namun demikian, bukan berarti aksi pembajakan berkurang drastis.
"Di Afrika barat justru meningkat. Di Afrika Selatan pembajakan terhadap kapal yang mengangkut minyak benar-benar meningkat. Pembajakan di pantai Brasilia juga semakin besar," terang Bahadur. (Lihat juga: Peninggalan Nyata Pirate of The Caribbean)
2. Bajak laut memilih rampasan mereka
Dalam kasus Kapten Phillips, para pembajak tidak mau menerima apa pun yang nilainya kurang dari jutaan dolar. Menurut Bahadur, para pembajak biasanya memilih uang tunai. Pembajak juga menyukai barang berharga. Mereka cenderung membajak kapal yang penuh dengan barang berharga seperti minyak dan bahan kimia, karena dengan mudah mereka dapat menjualnya kembali dan mendapatkan uang yang berlimpah.
3. Barang hasil rampasan biasanya untuk membeli narkoba (khat)
Dalam film Captain Phillips, digambarkan para perompak sedang mengonsumsi zat adiktif seperti daun khat yang mereka dapatkan dari Kenya dan Etiopia. "Itu merupakan gambaran yang akurat mengenai kehidupan bajak laut," ujar Bahadur. Bahkan, uang dan barang hasil rampasan mereka digunakan untuk membeli khat. Bahadur mengungkapkan sungguh ironis kehidupan seorang bajak laut, mereka mendapatkan rampasan jutaan dollar namun sangat sedikit hasil yang dapat dinimati oleh keluarga mereka. "Uang mereka benar-benar digunakan untuk membeli khat di Kenya dan Etiopia atau (mobil) Land Cruiser di Dubai. Tidak menunjang kehidupan ekonomi lokal," kata Bahadur.
4. Meski sebagian besar berprofesi sebagai perompak, kehidupan perekonomian di Somalia sangat miskin.
Tidak ada pilihan lain yang menguntungkan bagi para petani Somalia yang hidup di sepanjang pesisir, selain menjarah kapal kargo. Bekerja sebagai buruh harian merupakan pekerjaan yang umum di Somalia. "Jika memiliki senjata, Anda bisa menjadi penjaga keamanan," ungkap Bahadur. Namun, semua itu dianggap sebagai pekerjaan kelas rendah.
5. Wilayah bajak laut harus dihindari sejauh ratusan mil
Sembilan anggota awak Phillips mengambil langkah hukum atas kejadian tersebut. Mereka mengklaim Phillips dan perusahaan telah lalai mengirim Maersk Alabama sepanjang pantai Somalia.
Kapal telah diberitahukan untuk berlayar sejauh beberapa ratus mil dari pantai Afrika untuk menghindari perairan yang dikuasai oleh bajak laut. Sementara Maersk Alabama berada hanya 250 mil dari lepas pantai. "Jarak tersebut begitu dekat ke pantai," ungkap Bahadur. Memang Philips tidak secara khusus digugat oleh awak kapal, mereka menggugat perusahaan, bukan kapten. Lantas, hal tersebut menimbulkan pertanyaan apakah ada jarak aman dari wilayah bajak laut.
"Dia berada secara langsung di timur dari basis bajak laut. Itu sebabnya mereka ditangkap, karena berada persis dari pangkalan bajak laut terbesar," ungkap Bahadur.
Namun demikian, sebagian besar orang, termasuk Presiden Obama, menilai Kapten Phillips sebagai pahlawan karena dengan melihat sedikitnya jumlah korban sebagai bukti keberaniannya mempertaruhkan diri sebagai sandera.
Penulis | : | |
Editor | : | Andri Donnal Putera |
KOMENTAR