Tercatat dari 437,70 kilometer garis pantai Pulau Bali, sepanjang 88,3 kilometer mengalami abrasi, demikian diungkap Kepala Dinas Pekerjaan Umum Provinsi Bali, I Nyoman Astawa Riadi, dalam sebuah diskusi di Denpasar, pada Kamis (9/1) lalu.
Astawa mengatakan, berdasarkan hasil pemantauan satelit di 2009, pada awalnya panjang garis pantai di Bali yang mengalami abrasi mencapai 181,7 kilometer, tetapi hingga saat ini 93,35 kilometer telah berhasil ditanggulangi dengan membangun tanggul pemecah gelombang.
Ia menambahkan pantai-pantai yang mengalami abrasi cukup parah adalah pantai wilayah Bali selatan. Astawa mengakui penanganan abrasi belum bisa dilakukan secara maksimal karena keterbatasan dana
“Penanganan pantai ini memerlukan dana yang cukup besar, makanya kita pilih pantai-pantai yang abrasinya cukup tinggi. Ke depan ini sedang diteliti oleh Kementerian PU untuk menahan, jadi sebelum gelombang itu ke daratan kita tahan perkecil tenaganya di dalam,” ujarnya.
Astawa menyebutkan abrasi yang terjadi di pantai-pantai di Bali selama ini terjadi karena faktor alam dan pembangunan di sepanjang sepadan pantai.
Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Bali Tjokorda Oka Artha Ardana Sukawati mengakui pembangunan hotel di pinggir pantai juga turut menyumbang terhadap terjadinya abrasi.
“Banyak investor yang tertarik membangun khususnya di sektor pariwisata di sepanjang pantai. Hotel atau pengusaha yang menengah ke bawah cenderung membangun atau memperbaiki menangkal abrasi sesuai dengan kemampuanya, sehingga tanpa disadari sebetulnya mereka memindahkan masalah. Masalah di depanya terselesaikan kemudian menimbulkan masalah di tetangganya,” ujarnya.
Manajer kelautan Conservation International (CI) wilayah Bali, Made Iwan Dewantama mengatakan, parahnya abrasi pantai di Bali salah satunya akibat banyaknya pelanggaran pembangunan di wilayah sempadan pantai di Bali.
“Yang salah apa? Artinya tidak ada pengaturan, kan sederhananya begitu, sehingga abrasi terjadi di mana-mana. Karena banyak pelanggaran pembangunan di wilayah pantai, yang melanggar sempadan pantai, sehingga untuk menangani itu harus ditegakkan, pertama tata ruangnya harus dibangun, di mana boleh dibangun, di mana kawasan lindung, dimana kawasan suci,” ujarnya.
Iwan berharap pemerintah Provinsi Bali segera mengesahkan rancangan peraturan daerah tentang rencana tata ruang wilayah pesisir. Dengan adanya rencana tata ruang wilayah pesisir maka dapat dibuat zonasi sesuai dengan fungsi dan peruntukannya, sehingga pembangunan di wilayah pesisir tidak lagi rancu.
Penulis | : | |
Editor | : | Palupi Annisa Auliani |
KOMENTAR