Permainan di kompetisi sepak bola Premier League di Inggris memesona banyak orang. Di sana pertandingan dilakukan dalam tempo tinggi. Semua tim saling serang. Selain itu, kontak fisik mudah ditemui. Seringkali wasit membiarkan terjadinya adu bodi yang terhitung berbahaya.
Akan tetapi, permainan keras yang diperagakan malah menjadi salah satu daya tarik terbesar Premier League. Penonton di Inggris dan di berbagai dunia lain menyukainya, Tidak mengherankan Premier League kini menjadi liga sepak bola terpopuler .
Defender asal Argentina yang baru membela Manchester United pada musim 2014-15, Marcos Rojo, juga terpesona dengan permainan keras di Premier League. Rojo mengakui gaya bermainnya cocok dengan sepak bola Inggris.
"Permainan di sini sangat direct, cepat, dan mengandalkan fisik. Inilah yang menjadi daya tarik bagi fans," kata Rojo kepada Daily Mail.
Meski pengaruh gaya permainan asing semakin merambah Premier League hampir dipastikan permainan khas Britania yang ada di sana tidak akan pernah hilang. Kalau itu tiada, besar kemungkinan stadion bakal sepi ditinggal penonton.
Publik Inggris memang menggandrungi permainan keras. Kontak fisik bukanlah hal tabu asal tidak terlalu ekstrem. Hal ini bisa terjadi karena mereka memandang sepak bola benar-benar sebagai sebuah olahraga.
Esensi olahraga adalah menjaga kebugaran tubuh. Sepak bola sebagai cabang olahraga tidak bisa menghindar dari "hukum" tersebut. Maka, publik Inggris pun menerima ketika terjadi kontak fisik di lapangan hijau.
Mereka malah menjadikan sepak bola sebagai sarana untuk mengajarkan nilai-nilai sportivitas. Sejak kecil, anak yang bermain diajari untuk total di atas lapangan. Mereka dituntut berjuang sepenuh tenaga. Menang atau kalah bukan tujuan. Anak-anak diajari untuk menerima hasil pertandingan dengan lapang dada. Asalkan sudah berupaya maksimal, mereka akan tetap dihargai.
Secara konkret, di Inggris, para pemain yunior biasa dilatih dalam permainan lima lawan lima ataupun delapan lawan delapan. Menurut eks striker Italia, Gianluca Vialli dalam bukunya The Italian Job, selama itu, mereka diminta secara konstan terus bergerak dan berjuang. Dalam latihan nyaris tidak ada peluit yang ditiup akibat pelanggaran.
Kebiasaan itu terbawa hingga akhirnya menjadi pesepak bola profesional. Para pemain Inggris cenderung berani bermain keras. Kebetulan publik menuntut seperti itu. Vialli sampai menyatakan seorang midfielder dengan skill pas-pasan tetap bisa mendapat aplaus dari penonton di Premier League kalau dia mau terus berlari mengejar bola sepanjang pertandingan.
Maka, hampir dipastikan permainan keras bakal terus tersaji di Premier League. Hal itu tidak akan hilang selama sepak bola masih dipandang sebagai olahraga dan permainan semata oleh publik Inggris.
Penulis | : | |
Editor | : | Kontributor Singapura, Ericssen |
KOMENTAR