Jaringan Damai Papua menyesalkan peristiwa pembakaran rumah ibadah dan 70 rumah kios yang dilakukan ratusan orang di Karubaga, Kabupaten Tolikara, Jumat (17/7/2015) pagi. Dalam siaran persnya, Koordinator Jaringan Damai Papua, Neles Tebay, meminta agar semua pihak bisa menahan diri dan tidak memanaskan situasi.
Ia pun mendorong pihak kepolisian segera melakukan investigasi untuk menemukan penyebab utama peristiwa tersebut. Dengan demikian, bisa dicegah kejadian serupa tidak terulang di masa mendatang.
"Kami berharap kepolisian tidak hanya mengungkap pelaku pembakaran, tapi juga mengungkap penyebab utama kejadian itu," ujar Neles, Jumat (17/7/2015) malam.
Rohaniwan Katolik yang kini menjabat Ketua Sekolah Tinggi Filsafat Teologi Fajar Timur, mengatakan bahwa kejadian pengrusakan rumah ibadah yang terjadi di Karubaga merupakan kejadian pertama di Papua. Menurutnya, dalam budaya Papua, ada larangan untuk mengganggu apalagi merusak tempat sakral karena dianggap dihuni oleh roh-roh.
Jika melanggar maka konsekuensinya pelaku akan jatuh sakit, atau salah satu anggota keluarganya meninggal dunia secara tiba-tiba, bahkan satu kampung itu mendapat bencana.
"Ketika agama Kristen dan Islam masuk ke Papua, maka rumah ibadah seperti gereja dan masjid menjadi tempat sakral bagi orang Papua. Karenanya orang Papua tak berani mengganggu rumah ibadah. Dengan adanya kejadian ini sebagai orang Papua saya mohon maaf karena tindakan yang melanggar norma adat Papua," ungkap Neles.
Kerusuhan di Karubaga, menurut Neles, telah mencederai upaya masyarakat sipil Papua bersama semua pimpinan agama untuk mewujudkan Papua sebagai tanah damai. Ia menilai kampanye Papua tanah damai yang dilakukan selama ini, baru sebatas tingkat pimpinan agama dan belum menyentuh akar rumput.
"Dengan adanya kejadian ini, kami mengajak semua pihak untuk berpartisipasi dan ikut terlibat memasyarakatkan konsep Papua tanah damai dengan mengupayakan dan memelihara perdamaian di tempat masing-masing," tambah Neles.
Penulis | : | |
Editor | : | Julie Erikania |
KOMENTAR